SOSOK : Irjen Pol (P) Drs. H. Hari Soenanto, SH, MH dan Pengalamannya Menerobos Pintu Kapolri

- 5 September 2022, 19:52 WIB
SOSOK : Irjen Pol (P) Drs. H. Hari Soenanto, SH, MH dan Pengalamannya Menerobos Pintu Kapolri
SOSOK : Irjen Pol (P) Drs. H. Hari Soenanto, SH, MH dan Pengalamannya Menerobos Pintu Kapolri /Nur Aliem Halvaima /Foto : Repro - POSJAKUT/

 

POSJAKUT - Setiap orang mempunyai pengalaman berkesan dan tentu tidak akan terlupakan, terutama saat masih aktif bertugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Begitu juga dengan pengalaman Irjen Pol (P) Drs. H. Hari Soenanto, SH, MH, mantan Kepala Divisi Pembinaan Hukum (Kadivbinkum) Polri ini.

Berikut ini kisah pria kelahiran Jogyakarta 8 November 1949 ini saat menjabat Staf Kapolri Bidang HAM era Jenderal Polisi Drs. S. Bimantoro, masa pemerintahan Gus Dur.

Pengalamannya menerobos pintu Kapolri ini, Hari Soenanto tuangkan dalam satu bagian kisah di buku "Aspek Psikologis Dalam Kehidupan Seorang Polisi" (2013).

Baca Juga: Polri Kembali Gelar Sidang Etik Kasus Brigadir J Selasa Lusa

Barangkali sudah diketahul umum, bahwa untuk menghadap pimpinan No. 1 di suatu Angkatan, Departemen atau Instansi akan mengalami prosedur protokoler dan sering tidak dapat segera dilaksanakan.

Dimana hal itu berkait dengan banyaknya tugas dan kesibukan yang memang sulit untuk diubah-ubah tanpa ada suatu koordinasi sebelumnya.

Demikian pula saya mengetahui dan merasakan sulitnya Spri Kapolri untuk menghadapkan surat-surat penting dan mendesak yang perlu segera ditandatangani Kapolri.

Khususnya surat-surat yang saya bawa berkaitan dengan RUU Polri (Rancangan Undang-undang Polri) untuk dikirim ke Menteri dan Presiden.

Baca Juga: 'Polisi Tidur' di Danau Sunter Banyak Telan Korban, Rupanya Ini Penyebabnya!

Hal itu terjadi karena sudah padat acara beliau dan surat-surat penting lainnya yang juga minta prioritas waktu.

Di akhir tahun 2000, di ruang tunggu Kapolri, nampak beberapa Jenderal Polisi Bintang Dua dan Bintang Satu serta Gubernur Daerah Luar Jawa.

Saya sebagai seorang Kolonel Polisi (kini sebutannya Komisaris Besar Polisi) tentu tidak akan mudah untuk diizinkan menghadap Kapolri meskipun surat yang saya bawa adalah perlu segera dihadapkan Menteri dan Presiden.

Hal itu berlangsung sekitar 2 jam dan akhirnya saya menyadari pasti tidak akan dapat kebagian giliran sampai dengan tutup kantor, karena tamu-tamu lain makin banyak berdatangan.

Saya memang sengaja menggunakan pakaian jas lengkap, agar para pejabat teras Mabes Polri yang menunggu di ruang tamu Kapolri tersebut mengetahui bahwa saya mempunyai tugas yang khusus dan mendesak.

Baca Juga: Korban 'Polisi Tidur' di Danau Sunter, Netizen: Mereka Itu Tanggungjawab Siapa?

Di samping itu, memang saya perlu segera mengantar surat Kapolri kepada Menteri Kehakiman dan surat kepada Presiden.

Akhirnya saya tidak mau duduk di ruang tunggu Kapolri yang tamunya semuanya senior, berpangkat jauh lebih tinggi dan rasanya akan didahulukan menghadap Kapolri.

Dengan demikian lebih baik saya berada di koridor dan berdiri di depan pintu masuk ruang kerja Kapolri.

Sambil menunggu kesempatan untuk dapat menghadap Kapolri, saya sengaja pura-pura asyik membuka map yang isinya konsep surat kepada Menteri tersebut.

Ternyata dugaan saya benar. Ketika pintu ruang kerja Kapolri dibuka, terlihat Kapolri duduk di kursi tamu yang dekat dengan pintu, segera saya memberi hormat tegak lurus dengan ucapan “Selamat siang!”

Baca Juga: Pakar: Polisi Perlu Dalami Temuan Komnas HAM Dugaan Brigadir J Lakukan Pelecehan Seksual kepada PC

Bapak Kapolri Jenderal Polisi Drs. S. Bimantoro melihat saya berada di luar dan menghormat, beliau langsung bertanya “Ada apa Dik?”

Segera saya jawab “Siap! Surat penting untuk Menteri dan Presiden ...”

Mendengar jawaban saya tersebut tentu saja Kapolri akan mempertimbangkan lain dan ternyata benar.

“Masuk.. masuk ...“, kata Kapolri.

Segera saya masuk ke ruang kerja Kapolri dan menyerahkan satu map konsep surat kepada Menteri Kehakiman tentang pengajuan RUU Polri yang akan ditindaklanjuti kepada Presiden sebagai permohonan “izin prakarsa dari RUU Polri” tersebut.

Kapolri Jenderal Polisi Drs. S. Bimantoro secara selintas membaca surat tersebut dan langsung menandatangani surat itu dengan mengatakan, “Aku wis percoyo wae” (aku sudah percaya saja).

Baca Juga: Setelah Heboh 'Polisi Tidur' Kini Balapan Liar Incar Danau Sunter

Memang konsep surat tersebut sudah ada paraf Wakapolri dan Kadiskum Polri.

Ketika saya mengajukan satu map lain, beliau langsung bertanya, "Opo meneh iki?" (apa lagi ini?).

Saya jawab, "surat kepada Presiden ini disiapkan untuk mengantisipasi apabila Menteri Kehakiman tidak berada di tempat, karena sering keluar negeri atau keluar kota.

Permohonan ini sudah dikondisikan dan perlu segera diajukan kepada Presiden dalam rangka mengejar waktu Sidang di DPR yang sudah hampir habis".

Mendengar penjelasan saya tersebut, tentu saja Kapolri dapat menerima dan langsung menyatakan,

Baca Juga: Street Race Akan Dijadikan Ajang Dua Bulanan, Polda Sedang Cari Konsep

"O, iya perlu, dan harus saya tanda tangan untuk Presiden Gus Dur dengan tanda tangan yang lebih besar..," kelakar Kapolri.

Itulah yang saya lakukan sebanyak tiga kali menghadap Kapolri yang dalam suasana sibuk menerima tamu.

Kebetulan saya selalu menghadap dengan waktu yang sempit untuk keperluan surat yang mendesak, namun tetap perlu menjaga perasaan dan menghormadi para tamu khususnya senior-senior Bintang Dua dan Bintang Satu tersebut agar tidak tersenggung.

Kiranya beliau-beliau cukup memaham kesulitan dalam beqrkomunikasi dengan Kapolri dalam menyusun RUU Polri dengan keadaan waktu yang sempit dan tamunya Kapolri sangat banyak. ***

Editor: Nur Aliem Halvaima

Sumber: Buku Hari Soenanto


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini