Mahasiswi di Malang Bunuh Diri, Menteri Bintang Minta Propam Polda Jatim Usut Tuntas

- 5 Desember 2021, 20:33 WIB
/Kemen PPPA

POSJAKUT -- Kasus NWR, mahasiswi Universitas Brawijaya Malang, yang bunuh diri, mendapat perhatian serius dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga.

Menteri Bintang menyampaikan duka cita yang mendalam atas kasus yang menimpa NWR. Kasus ini sendiri diduga ikut melibatkan pasangan korban yang berprofesi seorang polisi.

“Kami menyatakan duka cita yang mendalam atas kasus yang menimpa almarhumah. Saya bisa membayangkan beban mental yang ditanggung oleh korban dan keluarganya," kata menteri dalam keterangan resmi yang diterima jakartautara.pikiran-rakyat.com, Minggu, 5 Desember 2021. 

Baca jugaPraktik Perdagangan Orang Ternyata Semakin Meningkat Saat Pandemi Covid-19

Sudah sepantasnya semua pihak memberikan rasa empati yang besar pada korban dan keluarganya dan berpihak pada korban.

"Kami mendukung langkah cepat dari Bapak Kapolri dan semua jajarannya khususnya terhadap Kepolisian Daerah Jawa Timur dan berharap agar kasus ini dapat diselesaikan sesuai hukum yang berlaku,’’ tegasnya.

Menteri Bintang menambahkan selama ini pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) gencar menyuarakan dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kasus NRW ini menyadarkan dan memicu kita semua untuk lebih aktif melakukan pencegahan agar tidak timbul lagi korban.

Baca jugaHati-hati, Begini Modus Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Jerat Para Korban

‘’Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk Dating Violence atau Kekerasan Dalam Berpacaran, di mana kebanyakan korban adalah perempuan," ungkapnya.

Setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM. Kekerasan dalam pacaran adalah suatu tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak dan berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis.

Termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan hak secara sewenang-wenang kepada seseorang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

Baca jugaLPSK: Gap di Antara Para Pemangku Kepentingan Sebabkan Penanganan TPPO Tidak Optimal

'Kami juga berpesan kepada seluruh perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, kalian bisa melapor ke layanan dan penjangkauan korban di SAPA 129 atau bisa menghubungi Call Centre 08111-129-129 agar segera mendapatkan pertolongan,’’ ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang meminta kepada pihak berwajib dalam hal ini Propam Polda Jatim untuk mengusut tuntas kematian NWR dan memproses pelaku BGS sesuai Peraturan Per-Undang-undangan yang berlaku.

Bagaimana pun penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik pemerintah, maupun masyarakat secara umum termasuk aktivis HAM perempuan.

Dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual Kemen PPPA terus mengawal dan mendorong agar kebijakan tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan pelaku, bertentangan dengan Pasal 354 KUHP terdiri dari ayat (1), dan ayat (2) yang mengatur intinya bahwa jika penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun.

Namun, jika mengakibatkan kematian, maka diancam pidana penjara paling lama 15 tahun Jo Pasal 285 KUHP jo Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang menyatakan setiap orang dilarang melakukan aborsi.

Sanksi pidana bagi pelaku aborsi diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi : "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar".

Editor: Tety Polmasari


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x