Namanya Lokres (Lokalisasi dan Resosialisasi) WTS (Wanita Tuna Susila) "Kramtung" alias Kramat Tunggak. Dikenal juga sebagai tempat "jin buang anak", bahkan tempat "jin bikin anak".
Baca Juga: Sebelum Keburu Pindah ke Kalimantan, Yuk Kita Menelusuri Jejak Ibu Kota Jakarta di Museum Sejarah!
"Nama Kramat Tunggak itu sudah go internasional atau mendunia," kata Surya, warga setempat, dengan nada serius.
Buktinya, dikenal oleh pelaut asing, terutama yang kapalnya sandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Pelaut ini mencari hiburan malam di Kramat Tunggak.
Baca Juga: Kerajaan Gowa Sulsel Berduka, 'Mendagri' Wafat Dikebumikan di Komplek Makam Raja
Keterangan yang diperoleh POSJAKUT, Kramat Tunggak dulunya adalah tempat penampungan Pekerja Seks Komersial (PSK) -- nama lain WTS -- hasil operasi dari sejumlah tempat.
Oleh Gubernur Ali Sadikin waktu itu, para "wanita malam" Kota Jakarta ini dibuatkan satu komplek di Kramat Tunggak, lalu di bawah pengawasan dan pembinaan Dinas Sosial, atau Sudin Sosial di tingkat Kota Jakarta Utara.
Baca Juga: Berwisata Sejarah ke Museum Bahari Jakarta Utara, Ada Koleksi Kapal dan Perahu Tradisional Nusantara
Selain komplek prostitusi, Pemrov DKI Jakarta juga membangun fasilitas pendukung lain. Seperti Panti Pendidikan Wanita (P2W), tempat latihan dan pembekalan keterampilan.
Tujuannya, sebagai modal atau bekal jika nanti insyaf dan kembali ke masyarakat. Sayangnya, program ini terkesan tidak efektif.
Artikel Rekomendasi