Refly yang juga tergabung dalam Kaukus Masyarakat Sipil yang menyiapkan Akuntansi Masyarakat untuk mengaudit PT.GSI, perusahaan yang terlibat bisnis PCR (polymerase chain reaction ) menyindir pemerintah atau penegak hukum.
“Jangan hanya melihat yang besar itu adalah aksi PA 212, dan kasus korupsi dianggap tidak berat,’’ kata Refly tertawa kecil.
Yang dianggap berat itu adalah kasus kelompok yang dianggap berbeda pendapat dengan penguasa.
Ternyata memang, intoleransi yang terbesar di negeri ini bukan intoleransi dalam kebebasan beragama, karena umat beragama ternyata masih memiliki perbedaan. “Index demokrasi turun ternyata karena intoleransi dalam perbedaan pendapat.”\
Padahal, berbeda pendapat itu adalah sunnatullah, hokum alam. “Jadi tak bisa dipaksa-paksa, atau katakanlah senantiasa membenarkan apa yang dilakukan penguasa.”
Terkait penanganan lanjut kasus bisnis tes PCR ini, Refly berharap kepolisian jangan sampai dijadikan jadi alat kepentingan tertentu, yang justru sudah dikritik Presiden Jokowi.
-Baca Juga: RENUNGAN ORANG BERIMAN (2): Menyembunyikan Sesuatu yang Cacat, Menipu
Melalui channel-nya, Refly mengulas informasi terkait rekannya Ferry dan Iwan Sumule.
Salah satu Auditor Rakyat, Ferry Juliantono menyampaikan rasa terima kasih kepada umat Islam yang dalam Reuni 212 di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta yang menyerukan tekad untuk mendukung pengusutan bisnis PCR.
Di satu sisi Ferry Juliantono juga memuji keberanian peserta aksi dalam melaksanakan Reuni 212, meski tidak dikehendaki oleh penguasa. Dia juga menyampaikan terima kasih kepada aparat TNI-AD yang berhasil menjaga suasana tetap kondusif.
Artikel Rekomendasi