UU 9/1998 Lebih Tinggi dari Aturan Covid, Larangan Terhadap Reuni 212 Hanya Alasan yang Dicari-cari

- 2 Desember 2021, 14:12 WIB
Dua pakat hukum, Dr.M.Taufiq SH, MH dan Prof Refli Haruns berbincang membahas masalah hukum di negeri ini.
Dua pakat hukum, Dr.M.Taufiq SH, MH dan Prof Refli Haruns berbincang membahas masalah hukum di negeri ini. /Tangkapan layar Channel RH/

POSJAKUT – Ditolak di Jakarta dan tak dapat izin di Sentul, Bogor, ternyata tak membuat massa Alumni 212 tidak jadi kumpul-kumpul.

Boleh jadi, secara formil dapat dikatakan acara reunion itu batal. Tapi faktanya massa yang menyebut diri alumni 212 tetap berdatangan dan berkumpul tidak jauh dari Patung Kuda /area Monas.

Beberapa kelompok massa yang nekad mau menuju Patung Kuda memang tertahan, tidak dapat mendekat , tertahan di Jalan Kebon Sirih karena dihadang polisi. Polisi melalui pengeras suara meminta massa bubar, namun sebagian massa hanya duduk duduk dekat batas kawat berduri yang menutup akses ke arah Patung Kuda.

-Baca Juga: Massa Aksi Reuni 212 yang Gagal ke Monas  Sebagian Mengarah ke Bunderan Hotel Indonesia

Kebijkan petugas melarang rencana Reuni Alumni 212 dikecam para ahli hukum. Pakar hukum pidana dari Unissula, Semarang, Jateng, Dr.M.Taufiq SH, MH tegas mengatakan, secara hukum tak ada alasan polisi atau pemerintah menolak acara Reuni 212.

“Tidak ada istilah tidak diizinkan,” kata Taufiq kepada POSJAKUT, Kamis siang 2 Desember 2021.

Menurut Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia itu, acara reuni dan sejenisnya itu cuma memerlukan pemberitahuan, bukan orang atau panitia harus meminta izin. Karenanya memang tak da alasan polisi menolak atau tidak mengizinkan.

Pendapat senada dilontarkan pengamat yang juga advokat dan pakar hokum gtata negara, Refly Harun.

Penggunaan izin keramaian menurut Refly hanya diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti pertunjukan musik dan lain sebagainya. Demikian dikemukakan Refly melalui saluran youtubenya, Rabu 1 Desember 2021.

-Baca Juga: Polisi Tutup Semua Akses Jalan Menuju Monas hingga Kamis Pukul 21.00 WIB

"Izin itu kalau penggunaan yang terkait dengan keramaian seperti pertunjukan musik dan lain sebagainya, tapi kalau itu menyampaikan pendapat itu tidak perlu izin karena akan merusak demokrasi kita, terlebih oleh atau dari penegak hukum,"

Sejak jauh-jauh hari, terhadap rencana acara Reuni 212 itu sendiri sudah muncul informasi bahwa kepolisian tidak akan memberikan izin, juga terutama izin dari Satgas Covid -19 dengan alasan masih pandemic.

Bahkan secara tidak langsung, ancaman terhadap penyelen ggaraan Reuni 212 muncul dari militer.

Melalui rekaman video, Polda Metro Jaya melalui Kabid Humasnya Kombes Pol Endra Zulpan tegas menyatakan, kepolisian akan mengenakan ancaman pidana apabila panitia berkeras menggelar reuni. Dia malah secara rinci menyebut beberapa pasal pidana.

“Polisi sebagai pemberi keamanan tidak akan memberi izin” kata Endra Zulpan, sambal mengingatkan masyarakat agar memahami dan tidak terpancing bahwa acara Reuni 212 tidak diberikan izin oleh polisi maupun pemerintah.

Muhammad Taufiq mempermasalahkan pihak keamanan atau pemerintah tidak memberi izin Reuni 212.

Topiq tegas mengingatkan, keberadaan UU no.9 Tahun 1998 yang dibuat di era Presiden Habibie jelas jauh lebih tinggi dari peraturan pemerintah tentang Covid yang dibuat dan diedarkan di era Presiden Jokowi.

“UU itu mengatur perihal kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka uum adalah penjaminan terhadap salah satu hak asasi manusia,’’ ujar Taufiq.

Lebih jauh dia merinci, bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi; pawai; rapat umum; dan atau. mimbar bebas.

Menanggapi rencana Reuni 212 bahkan di seluruh wilayah Indonesia, tapi dipermasalahkan pihak kepolisian, dengan alasan kaitannya dengan Covid, Taufiq mengatakan itu alasan yang dicari-cari.

Di satu sisi Mabes Polri mengizinkan dengan pembatasan pembatasan. Di sisi lain ketat sekali.

Sebagai bukti, Taufiq menunjuk bagaimana kepolisian memberi izin keramaian di Mandalika, bagaimana Pak Jokowi di NTT lempar-lempar kaos. Juga tidak dipermasalahkan.

“Jadi ini secara factual, negara mereduksi hak hak warga negara, kaitannya dengan UU penyampaian pendapat di muka umum dengan alasan Covid itu tidak benar. Tidak ada alasan kepolisian menangkap orang yang menyampaikan pendapatnya.”

“Orang yang mau berunjuk rasa cukup mengirim pemberitahuan, bukan minta izin” demikian pendapatnya.

"Saya hanya menyampaikan semoga kita tetap menjadi warga negara yang kritis. Hanya dengan cara kritis kita bisa memperbaiki negara ini. Salam orang merdeka,” seru Taufiq.

-Baca Juga: RENUNGAN ORANG BERIMAN: Imam Syafi'i, Alquran dan IlmunyaBaca Juga: RENUNGAN ORANG BERIMAN: Imam Syafi'i, Alquran dan Ilmunya

Sementara itu, laporan yang diperoleh POSJAKUT, Kamis pagi situasi lalu lintas terbilang cukup lancer kendati di beberapa bagian jalan di seputar Monas jalan ditutup. Polisi berencana memberlakukan rekayasa lalu lintas sampai pk 21.00 WIB, Kamis, 2 Desember 2012.***

Editor: Ramli Amin


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini