Rekomendasi Komnas HAM, LPSK Sebut Ada 7 Kejanggalan Soal Dugaan Pelecehan Seks

5 September 2022, 12:30 WIB
Rekomendasi Komnas HAM, LPSK sebut ada 7 kejanggalan terkait dugaan pelecehan seks di dalam rekomendasi itu. Foto: Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi./ PMJNews /PMJNews/

 

POSJAKUT -- Rekomendasi Komisi Nasioal Hak Azasi Manusia yang berisi adanya dugaan kuat pelecehan seksual dalam kasus Brigadir Yoshua, ternyata menjadi perhatian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga ini menunjuk 7 point kejanggalan itu.

Sebelumnya, Komnas HAM mendapat kritik dan dipertanyakan memiliki agenda apa setelah mengeluarkan beberapa point rekomendasinya.

Di antara 8 butir rekomendasinya, kesimpulan tidak adanya penganiayaan dan penyiksaan dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua serta adanya dugaan kuat terjadinya pelecehan seks yang dilakukan almarhum terhadap Putri Candrawathi (PC) dipertanyakan masyarakat.

-Baca Juga: Kasus Pembunuhan Brigadir J, Begini 8 Rekomendasi Komnas HAM kepada Polri

LPSK sendiri kemarin secara khusus menanggapi soal adanya dugaan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo (FS), Putri Candrawathi alias PC, dalam laporan hasil temuan dan rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM.

Dugaan terjadinya pelecehan tersebut, dalam rekomendasi yang disampaikan disebutkan peristiwa tersebut terjadi saat PC berada di Magelang yang diduga dilakukan oleh mendiang Brigadir J.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, terdapat kejanggalan dari temuan tersebut. Setidaknya terdapat tujuh poin yang dinyatakan janggal oleh LPSK, salah satunya yakni relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual.

“Relasi kuasa tidak terpenuhi karena J adalah anak buah dari FS. PC adalah istri jenderal,” ujar Edwin saat dihubungi, Minggu 4 September 2022.

Edwin menyebutkan, saat peristiwa dugaan pelecehan di Magelang, masih ada saksi Kuat Ma’ruf dan Susi. Sehingga ketika pelaku ingin beraksi akan memastikan tidak ada saksi yang mengetahui.

“Ini dua hal yang biasanya terpenuhi dalam kasus kekerasan seksual. Pertama, relasi kuasa. Kedua, pelaku memastikan tidak ada saksi,” jelasnya.

Sebelumnya, LPSK sendiri menolak permohonan perlindungan yang diajukan istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Hal ini diputuskan setelah melakukan sejumlah asesmen.

-Baca Juga: Agenda Komnas HAM Dipertanyakan, Tak Profesional dan Bertentangan dengan Hukum Acara Pidana

"LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Ibu P ini, karena memang tidak bisa diberikan perlindungan," ujar Hasto Atmojo Suroyo kepada wartawan di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin 14 Agustus lalu.

Menurut Hasto, LPSK telah menggelar rapat pimpinan terkait keputusan permohonan pengajuan perlindungan Putri Candrawathi. Kemudian, pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan sejak awal permohonan perlindungan diajukan.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dinilai telah kebablasan, melewati garis dalam penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J.

Sebagaimana dikutip POSJAKUT dari acata TV One (2 September 2022) Lembaga independen ini juga diminta tidak membuat kegaduhan, mengganggu kerja penyidik Polri, dan mencari-cari panggung.

Penilaian ini dilontarkan mantan Kabareskrim Polri Susno Duadji melalui salah satu acara perbincangan di Stsiun Televisi TV One, Kamis malam 1 September 2022.

Susno Duadji mempertanyakan kinerja Komnas HAM. Soal pelecehan seks yang dituduhkan kepada almarhum Brigadir J sebelmnya sudah dihentikan. Kenapa kok sekarang dibuka lagi?

Susno mempertanyakan, keterangan yang diperoleh Komnas HAM dari siapa, kan harus dicocokkan? Sementara Brigadir J sudah meninggal, jadi keterangan itu sudah tak bisa dicocokkan lagi.

"Ada keterangan saksi dari segerombolan yang sama, posisi mereka sama tersangka. "Jadi apa pun yang mau diperbuat mereka, sudah tidak bisa dicocokkan," lanjut Susno.

Terkait tugas Komnas HAM, Susno dengan tegas menyatakan Komnas HAM bukan penyidik, lembaga ini tak pernah melakukan penyidikan pro justicia untuk saksi, untuk tersangka, maupun untuk ahli.

Demikian juga Komnas HAM tak pernah memeriksa laboratorium forensik karena mereka memang tidak punya laboratorium forensik.

Yang agak aneh, menurut Susno, menyatakan ada adegan, tapi kon tidak dinampakkan."Kalau benar Komnas HAM menyatakan itu (dugaan ada kekerasan seksual-red), itu sudah melewati garis," lanjut mantan Kabareskrim Polri itu.

Susno mengatakan, kasihan penyidik yang sudah bekerja keras, sudah bagus, sudah jalan, kok dikacaukan lagi. "Atau memang ini dipelihara oleh Komnas HAM?" Tanya Susno sambil tertawa, sambil menambahkan, "Mudah-mudahan saja saya yang salah."

Lebih jauh Susno mempertanyakan, tugas Komnas HAM itu apa. Seharusnya Komnas HAM hanya menyelidiki ada atau tidak pelanggaran HAM berat dalam kasus Brigadir J ini.

Kalau tidak ada pelanggaran HAM berat, ya sudah, menurut Susno, itu tugasnya polisi."Kasihan polisi yang sudah berhasil, jangan dikacaukan lagi. Jangan buat kegaduhan," tambah Susno.

"Apalagi (Komnas HAM) sampai mengambil kesimpulan, tidak terdapat penyiksaan, penganiayaan. Dari mana? Apa visum bunyinya begitu? Kalau visum bunyinya begitu, visumnya yang salah," kata Susno secara lebih rinci.

Menurut Susno, visum itu bunyinya, misalnya ada luka, luka tembak, lecet atau apa. Nanti yang menyimpulkan ada atau tidak penyiksaan dan penganiayaan itu, penyidik Polri.

Begitu pun mantan Kabareskrim Polri yang dulu mengintrodusir "Cicak versus buaya" dalam konteks hubungan KPK denan Polri itu memaklumi, kalau mungkin para Komisioner Komnas HAM itu bukan sarjana hukum, dan tidak pernah melakukan penyidikan.

Dia meminta Komnas HAM menahan sedikitlah (lontarkan statemen?), supaya kasus pembunuhan Brigadir J ini tak menimbulkan kegaduhan.

"Sudahlah, ada atau tidak pelanggaran HAM beratnya. Ada tidak petugas polisi dalam menyidik perkara ini melakukan pelanggaran HAM. Kalau tidak, ngapain dia (Komnas HAM) cari-cari, jangan ngarang-ngarang, kasihan penyidik yang sudah bekerja bagus," kata Susno menjawab host TV One.***

 

 

Editor: Ramli Amin

Sumber: PMJ News

Tags

Terkini

Terpopuler