Januari-Juli 2021 Terjadi 2500 Kasus, Nadiem: Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Meningkat

11 Desember 2021, 10:10 WIB
Ilustrasi kejahatan seksual terhadap anak. /Yusup Supriatna /Pixabay

POSJAKUT - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan selama pandemi Covid-19 terjadi kenaikan jumlah kasus kekarasn seksual.

Dia menambahkan, data menunjukkan kerentanan perempuan mengalami kekerasan seksual juga adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga Juli 2021.

"Sepanjang Januari hingga Juli 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 2.500 kasus. Jumlah tersebut melampaui jumlah kasus pada 2020 sebanyak 2.400 kasus," kata Nadiem Makarim, kutip Pikiran Rakyat.com pada Minggu, 11 Desember 2021.

Menurutnya, peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Ini belum apa-apanya. Ini juga baru fenomena gunung es, belum lagi jumlah yang tidak dilaporkan, berlipat ganda juga.

Baca Juga: Soal Predator Seks Herry Wirawan, Pakar: Yakini Pelaku Tidak Bekerja Sendiri dan Terencana

Pasalnya, kataya, kekerasan seksual memiliki dampak jangka panjang serta mempengaruhi masa depan perempuan, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa.

"Bayangkan menerima trauma di umur yang begitu muda mengalami kasus kekerasan seksual yang berdampak pada seluruh masa depannya," tutur Nadiem.

Survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikud Ristek) pada tahun 2019  juga menunjukan hal sama. Survei tersebut menyebutkan bahwa kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum (19%).

Pada 2020, survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendibud Ristek menunjukkan sekitar 77 persen dosen mengaku ada kekerasan seksual di kampus. Sebanyak 63 persen korbannya  tidak melaporkan kasusnya pada pihak pengelola universitas. Kebanyakan korban kekerasan seksual adalah perempuan.

Baca Juga: Kasus Pemerkosaan Santriwati, Kemen PPPA: Terdakwa Dapat Dihukum Kebiri

Ironisnya, kasus kekerasan seksual  yang terjadi di lingkungan  pendidikan itu, masih dianggap hanya sebatas tindakan asusila, bukan tindakan kejahatan yang melanggar hak dan kemanusiaan korban. Padahal kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak traumatis bagi korban.

Penelitian yang dilakukan Scott pada 2017 menunjukkan secara psikologis korban kekerasan seksual dapat mengalami kecemasan, depresi, gangguan stress pasca trauma (PTSD), ketakutan hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. Secara sosial korban kekerasan seksual juga berisiko mendapatkan stigma negatif dan victim blaming dari masyarakat.

 

Permen PPKS

Seiring meningkatnya  kasus kekerasan seksual  yang terjadi di perguruan tinggi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Peraturan menteri yang diteken pada 30 Agustus itu  ditujukan sebagai pedoman bagi pihak kampus dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.

Melalui peraturan menteri ini, Nadiem ingin agar mahasiswa terlindungi haknya untuk belajar  dan berkarya serta merdeka dari segala bentuk kekerasan di lingkungan kampus, termasuk kekerasan seksual. “Sampai saat ini kekerasan seksual masih terjadi di perguruan tinggi,” katanya.

Baca Juga: Edan, Korban si Predator Seks Biadab HW Ternyata Mencapai 21 Orang, Rata-rata di Bawah Umur

Hadirnya Permendikbud ini juga sebagai bentuk komitmen Kemendikbud Ristek dalam melindungi warga negara Indonesia termasuk korban kekerasan  seksual di lingkugnan perguruan tinggi untuk terus belajar dengan aman di lingkungan yang sportif. "Mari kita bergerak bersama menghapus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi,” ajak Nadim.

Untuk mensosialisasikan Permen PPKS tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi, menggelar Rapat Koordinasi terbatas dengan mahasiswa Polikteknik Negeri seluruh Indonesia.

Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Beny Bandanadjaja, mengungkapkan setiap kampus harus merdeka dari bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan kondunsif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya.

Beny melihat saat ini kekerasan dilingkungan perguruan tinggi dalam kondisi darurat. Ia menyebut, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan. “Bahkan ada 304 mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) pernah mengalami kekerasan seksual,” kata Beny.*** Mohamad Gilang Priyatna

 

Editor: Mulya Achdami

Tags

Terkini

Terpopuler