Korupsi Berjamaah dengan Ribuan Korban di Tangerang, Ini Pelaku dan Modusnya

6 Juli 2022, 20:05 WIB
Korupsi berjamaah dengan ribuan korban di Tangerang.Penampakan 4 tersangka yang diamankan polisi. (Foto: PMJ News) /PMJ News/


POSJAKUT -- "Korupsi berjamaah dengan ribuan korban langsung". Kalimat ini barangkali yang lebih tepat menggambarkan kasus yang terjadi di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor presiden.

Korupsi berjamaah dengan ribuan korban ini dilakukan oleh empat orang anggota struktural (kini jadi mantan) Kantor Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, masing-masing mantan Kades AM (55), mantan Sekdes SH (41), mantan Kaur Perencanaan MI (50), mantan Kaur Keuangan MSE (34).

Korupsi berjamaah ini dilakukan dengan modus: mengenakan pungutan liar (pungli)pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang sejak tahun 2020 sampai 2021.

-Baca Juga: Begal Motor di Jalinsum Dibekuk Polisi, 2 Bulan Ngumpat di PIK

Kapolresta Tangerang Kombes Pol Raden Romdhon Natakusuma, Rabu 6 Juli 2022 mengungkapkan, keempat orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi (Tipikor).

"Ini kita tangani perkara tindak pidana korupsi yaitu melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan pada program PTSL,..." kata Romdhon.

Romdhon menuturkan, pihaknya telah melakukan penyidikan sejak Januari 2022 terkait tindak pidana korupsi tersebut. Sebanyak 1.316 saksi dan juga sebagai korban telah diperiksa.

"Dalam kurun waktu tahun 2020 sampai 2021 korban berjumlah 1.316 orang, dengan total kerugian kurang lebih Rp2 miliar. Satu orang korban bervariasi untuk memberikan ke pelaku," katanya.

Sementara itu, kata Romdhon para tersangka mematok harga pungli terhadap para pemohon program PTSL. Menurutnya harga yang dipatok para tersangka bervariasi bagi para pemohon program PTSL itu mulai dari Rp500.000 hingga jutaan rupiah.

-Baca Juga: Pria penusuk Ibu & Anak di Bekasi Ditangkap, Nyamar Polisi untuk Memeras

"Untuk luas tanah 50 meter dengan surat-surat lengkap dikenakan biaya Rp500.000. Untuk luas tanah lebih dari 50 meter dengan surat tidak lengkap dikenakan biaya Rp1 Juta, sedangkan untuk luas tanah di atas 100 meter dengan surat tidak lengkap dikenakan biaya Rp1,5 Juta," katanya.

Romdhon menjelaskan, modus dari para pelaku terkait tindak pidana korupsi dengan memungut biaya di luar dari ketentuan yang berlaku.

"Artinya pelaku menambahkan biaya kepengurusan yang telah ditetapkan dari peraturan perundang-undangan," ucap dia.

Romdhon menambahkan, keempatnya memiliki peran yang berbeda untuk memuluskan aksinya tersebut. AM berperan memerintahkan jajarannya untuk melakukan pungutan terhadap pemohon PTSL di Desa Cikupa dengan menetapkan tarif sendiri.

"Sedangkan untuk tiga pelaku lainnya SH, MI, dan MSE berperan sebagai mengumpulkan data dan menyosialisasikan adanya biaya untuk program PTSL," jelasnya.

Romdhon mengatakan AM selaku pemimpin ketiga tersangka lainnya tersebut juga menggunakan uang hasil pungutan untuk modal mencalonkan kepala desa tahun 2021.

"AM selaku incumbent juga diduga menggunakan uang hasil pungli tersebut saat mencalonkan diri sebagai kepala desa pada tahun lalu," katanya.

-Baca Juga: Pemotor Wanita Penganiaya Polisi Dimaafkan, Kasusnya Berakhir Damai

Saat ini, kata Romdhon, pihaknya telah menyita berbagai barang bukti dari para pelaku. Seperti uang tunai hasil korupsi PTSL Rp100 juta, kuitansi, flashdisk, buku tabungan hingga dokumen yang terkait dengan perkara tersebut.

"Intinya pengurusan terkait PTSL tidak ada biaya tambahan, itu semua sesuai dengan ketentuan yang ada," katanya.

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 12 Huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP, dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.***

Sumber: PMJNews

 

Editor: Ramli Amin

Tags

Terkini

Terpopuler