Dinas Kebudayaan DKI Buka Kembali Titik Nol Meridian Batavia di Museum Bahari Jakarta

5 Juli 2022, 18:07 WIB
Museum Bahari simpan koleksi navigasi mengenai Titik Nol Meridian Batavia beserta penjelasan lengkap seputar aktivitas pelayaran tempo dulu /foto disbud

POSJAKUT – Dalam geografi, garis meridian atau titik nol itu sebutan sebuah garis khayal pada permukaan bumi, atau letak titik-titik dengan bujur-bujur yang sama yang menghubungkan kutup utara dan kutup selatan.

Kegunaan titik nol sendiri untuk menentukan lokasi di bumi pada globe atau peta hingga bisa dijadikan sebagai patokan memulai. Karena itulah Dinas Kebudayaan DKI Jakarta segera membuka titik nol meridean Batavia di Museum Bahari.

Menurut kepala Dinas kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana penetapan titik nol miredian Batavia di Museum Bahari karena ada beberapa koleksi navigasi mengenai Titik Nol Meridian Batavia beserta penjelasan lengkap seputar aktivitas pelayaran tempo dulu.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Museum Wayang Berarsitektur Eropa dan Sejumlah Kuburan Petinggi Belanda

“Titik Nol meridean Jakarta di museum Bahari ini akan kita jadikan ruang pamer dan akan kita resmikan bersamaan dengan Hari Jadi Museum Bahari Jakarta yang ke-4,” kata Iwan Henry Wardhana Selasa 5 juli 2022.

Iwan menjelaskan, kehadiran ruang pameran ini menjadi bukti bahwa keberadaan aktivitas pelayaran di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa pada masa lalu berada di titik nol miredian. 

Selain itu, dibukanya ruang pameran ini juga menjadi pengingat sekaligus penyebaran informasi penting bagi warga Jakarta mengenai aktivitas pelayaran di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa di masa lalu.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Masjid dan Komplek Makam Jatinegara Kaum Berkaitan Erat dengan Kesultanan Banten

Iwan Hendri mengatakan, pameran tersebut nantinya dapat menjadi pengingat sejarah bagi masyarakat, serta memberikan manfaat bagi keberlangsungan informasi seputar sejarah di Jakarta.

Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta, Mis’ari menuturkan, penyelenggaraan pameran ini ditujukan untuk meluruskan persepsi dan narasi yang beredar di masyarakat selama ini mengenai titik nol kilometer sebagai acuan waktu berlayar.

Pemahaman masyarakat mengenai titik nol, jelas Mis’Ari selama ini menggunakan acuan waktu yang ada di tugu nol kilometer Yogyakarta dan titik nol kilometer Indonesia di Pulau Weh, Sabang, Aceh.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Kali Besar Jakarta, yang Kini Jadi Kompetitor Sungai Cheonggyecheon di Seoul Korea Selatan

“Padahal sebenarnya, titik nol atau garis nol yang berada di Museum Bahari ini merupakan acuan waktu yang benar saat berlayar," terang Mis’ari.

Mis’ari menjelaskan, garis nol yang dimaksud merupakan garis bujur nol yang sangat diperlukan pada masa aktifnya perdagangan di Kawasan Sunda Kelapa saat itu.

Kendati demikian, Museum Bahari berinisiatif menyajikan informasi yang lebih akurat terkait sejarah garis nol (titik nol) meridian tersebut melalui ruang pameran.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Berwisata Relegi ke Masjid Taj Mahal Ramlie Musofa di Pinggiran Danau Sunter

Mis’ari menyebutkan garis nol (titik nol) meridian itu berada di Menara Sinyal yang dibangun pada 1839, yang saat ini berada di kawasan Museum Bahari , yaitu di Jalan Pasar Ikan Nomor 1.

Lokasi gedung yang berada di area Menara Syahbandar tersebut berada di atas bekas Bastion Culemborg atau benteng sekaligus tembok pertahanan kota Batavia yang dibangun sekitar tahun 1645.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Masjid Perahu Destinasi Wisata Relegi Tersembunyi di Pusat Kota Megapolitan Jakarta

Pada gedung ini tersimpan sebuah jam yang paling akurat beserta perlengkapannya. Kemudian pada atapnya didirikan sebuah sinyal waktu tetap yang dapat dilihat dari kejauhan.

Dengan mengamati sinyal harian ini, awak-awak kapal yang berlabuh di teluk Batavia bisa menyesuaikan jam kapal mereka.

Pada masa itu, penjaga waktu tetap sangat dibutuhkan oleh pelayar untuk menentukan posisi mereka selama perjalanan di laut.

Baca Juga: LANGGAM JAKARTA: Kisah Meester Cornelis Senen Sampai Menjadi Jatinegara

Garis nol (titik nol) meridian Batavia ini masih digunakan untuk produksi peta Indonesia hingga tahun 1942, meskipun dari pada 1883 meridian Greenwich sudah diterima secara universal sebagai meridian utama.

Kemudian, di sebelah gedung di mana garis nol (titik nol) ini berada, dibangun Menara Syahbandar. Menara ini dibangun pada 1839, yang berfungsi sebagai menara pengawas dan pengatur lalu lintas bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia melalui jalur laut.

Sebelum aktivitas pelabuhan berpindah ke Pelabuhan Tanjung Priok, Menara Syahbandar ini memiliki fungsi sebagai kantor pabean, atau tempat di mana orang-orang mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.***

 

 

Editor: Maghfur Ghazali

Tags

Terkini

Terpopuler