TAUSIYAH : Bolehkah Qadha Puasa Syawal di Bulan Dzul Qa’dah?

25 Mei 2022, 05:49 WIB
ILUSTRASI : Berbagai jenis makanan dan buah yang bisa dijadikan takjil /Nur Aliem Halvaima /Foto : istimewa/ POSJAKUT /

POSJAKUT - Bolehkah Qadha Puasa Syawal di Bulan Dzul Qa’dah?

Soal: “Assalamu’alaikum ustadz. Mohon izin bertanya. Bagaimana caranya qadha puasa Syawal jika ada udzur sakit dan belum sempat melaksanakan enam hari puasa Syawal hingga keluar dari bulan Syawal. Syukron ustadz.” (Tatik di Tangerang, 0882-1429-7xxx)

Jawab: Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah amma ba’du.

Jika melihat zhahir hadits yang menyebutkan tentang pensyariatan puasa enam hari tersebut, jelas bahwa itu hendaknya dilakukan di bulan Syawal. Bunyi haditsnya yaitu:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka ia seperti puasa setahun penuh." (HR. Muslim: 1984).

Baca Juga: TAUSIYAH : Adab Membaca Al-Qur'an

Namun, mengenai qadha puasa Syawal di luar bulan Syawal entah itu di bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah atau bulan yang lainnya, disebabkan udzur semisal sakit atau yang lainnya, maka terjadi perselisihan di kalangan para ulama menjadi beberapa pendapat:

▪️ Pertama, Madzhab sebagian ulama Maliki dan sebagian ulama Hanbali yaitu boleh, menurut mereka keutamaan yang disebutkan dalam hadits bisa diperoleh bagi siapa saja yang berpuasa baik di bulan Syawal atau pun di bulan setelahnya.

Mereka mengatakan bahwa lafazh hadits yang menyebutkan bulan Syawal adalah dalam rangka taisir (memudahkan) kepada mukallaf (seorang) karena melakukan puasa enam hari ini setelah bulan Ramadhan lebih mudah ketimbang melakukannya di bulan setelah Syawal.

Baca Juga: TAUSIYAH : Shalat Isyroq atau Dhuha, Pahalanya Sama dengan Berhaji atau Umroh

Al-‘Adawi dalam hasyiah-nya terhadap kitab Syarh Al-Kharsyi (2/243) mengatakan:

” وإنما قال الشارع : ( من شوال ) للتخفيف باعتبار الصوم ، لا تخصيص حكمها بذلك الوقت ، فلا جرم أن فعلها في عشر ذي الحجة مع ما روي في فضل الصيام فيه أحسن ؛ لحصول المقصود مع حيازة فضل الأيام المذكورة , بل فعلها في ذي القعدة حسن أيضا

"Penyebutan syari’ “di bulan Syawal” adalah dalam rangka memberikan keringanan jika ditinjau dari pelaksanaan puasa, bukan dalam rangka memberikan pengkhususan hukum dengan waktu tersebut.

Sehingga tidak mengapa untuk melakukan puasa enam hari ini di sepuluh awal bulan Dzul Hijjah.

Bahkan dengan adanya riwayat mengenai keutamaan puasa di sepuluh hari tersebut hal itu menjadi lebih baik, untuk memperoleh tujuan (puasa enam hari) sekaligus mendapatkan keutamaan hari-hari (sepuluh hari awal bulan Dzul Hijjah) yang telah disebutkan. Melakukannya dibulan Dzul Qa’dah juga baik."

Baca Juga: TAUSIYAH : Ayat Yang Membuat Rasulullah Menangis

▪️ Kedua, Madzhab sebagian ulama Syafi’i yaitu barang siapa yang luput dari puasa enam hari di bulan Syawal maka boleh meng-qadha (melakukan)nya dibulan Dzul Qa’dah.

Akan tetapi, pahala yang dia peroleh tidak sama seperti pahala orang yang melakukannya di bulan Syawal.

Ibnu Hajar Al-Makkiy dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj (3/456) mengatakan:

من صامها مع رمضان كل سنة تكون كصيام الدهر فرضا بلا مضاعفة ، ومن صام ستةً غيرها كذلك تكون كصيامه نفلا بلا مضاعفة

"Barang siapa yang melakukannya bersama Ramadhan (pada bulan Syawal) maka setiap puasa sunnah tersebut pahalanya seperti puasa wajib setahun penuh tanpa mudha’afah (pelipat gandaan)"

"Sedangkan barangsiapa yang melakukannya di luar bulan Syawal maka pahalanya seperti pahala puasa sunnah tanpa mudha’afah."

Baca Juga: TAUSIYAH : Tetangga Ahli Surga

▪️ Ketiga, Madzhab Hanbali yaitu keutamaan puasa enam hari terbebut hanya dapat diperoleh apabila dilakukan di bulan Syawal.

Disebutkan dalam kitab Kasyf Al-Qana’ (2/338):

ولا تحصل الفضيلة بصيامها أي : الستة أيام في غير شوال ، لظاهر الأخبار

“Keutamaannya tidak dapat diperoleh dengan melakukannya, maksudnya: melakukan puasa enam hari di luar bulan Syawal desebabkan makna zhahir dari hadits.”

Pendapat yang lebih kuat:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menguatkan pendapat yang ketiga, dimana jika seorang luput dari puasa enam hari di bulan Syawal maka tidak perlu lagi untuk melakukannya (mengqadha’) di bulan setelahnya. Beliau berkata:

ولا يشرع قضاؤها بعد انسلاخ شوال ؛ لأنها سنة فات محلها ، سواء تركت لعذر أو لغير عذر

“Tidak disyariatkan untuk mengqadha’nya setelah berlalunya bulan Syawal. Karena puasa tersebut hukumnya hanya sunnah dan waktunya sudah lewat, sama saja apakah puasa tersebut ditinggalkan karena udzur ataupun bukan karena udzur.” (Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibn Baz: 15/389).

Baca Juga: TAUSIYAH : Batas Boleh Tidaknya Shalat Berjamaah

Oleh sebab itu, berdasarkan pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah maka tidak perlu melakukan qadha puasa enam Syawal apabila memang sudah lewat waktunya. Wallahu a’lam.

Referensi: Diringkas dari artikel Islamqa.info dengan judul Man Fatahu Shiyamu As-Sit Min Syawwal Hal Yashumuha fi Dzi Al-Qa’dah (ditulis : Zahir Al Minangkabawi).

WaLLAAHUa'lam.***

(diolah dari TAUSYIAH Dra. Hj. Fatamorgana Djufrie Tambora, dosen Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar Sulawesi Selatan).

Editor: Nur Aliem Halvaima

Sumber: islamqa.info

Tags

Terkini

Terpopuler