Arya menyampaikan ada dua argumen yang dijadikan para pimpinan parpol itu menunda Pemilu, yaitu menjaga momentum pemulihan ekonomi, dan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja pemerintah.
Tekait alasan menjaga momentum pertaumbuhan ekonomi, Arya Fernandes langsung menanggapi bahwa alasan ekonomi itu tidak masuk akal, karena pertumbuhan ekonomi telah membaik.
“Data-data ekonomi (menunjukkan) sekarang kita sudah tumbuh dan membaik. Pertumbuhan ekonomi, PDB (Produk Domestik Bruto) kita year on year pada 2020 -2,07 persen, sementara pada 2021 +3,39 persen. Kita berhasil tumbuh. Artinya, ekonomi sedang membaik,” kata peneliti CSIS ini.
Beberapa lembaga keuangan, termasuk Bank Indonesia, bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa sampai 6 persen pada 2023–2024.
Sementara terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, Arya menjelaskan hasil survei itu tidak dapat menjadi alasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden dengan cara menunda Pemilu.
Baca Juga: Pasien Positif Covid-19 di 4 Tower Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Hari Ini Tersisa 2.672 Orang
Sejumlah hasil survei, misalnya yang dikeluarkan oleh Indikator, menunjukkan mayoritas responden menolak adanya perpanjangan masa jabatan presiden.
“Penggunaan alasan kepuasan publik mendorong (perpanjangan) masa jabatan jelas tidak masuk akal dan tidak berdasarkan bukti, karena buktinya mayoritas publik tidak menginginkan perpanjangan masa jabatan (presiden),” kata Arya Fernandes.
Oleh karena itu, ia mendorong seluruh pihak untuk menolak gagasan tersebut karena selain alasan yang digunakan tidak masuk akal, wacana itu juga tindakan yang tidak demokratis.
Artikel Rekomendasi