Prof Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina: 'Kosep Kesejahteraan Sosial Belum Terwujud di Masyarakat

15 November 2022, 13:22 WIB
Prof Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina: 'Kosep Kesejahteraan Sosial Belum Terwujud di Masyarakat! /Nur Aliem Halvaima /Foto : dok Paramadina/Posjakut

POSJAKUT - Profesor Dr. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina Jakarta menyampaikan bahwa aspek kesehatan warga negara, merupakan aspek teramat penting dan menjadi hak dasar dan hak asasi setiap warga negara.

"Konsep kesejahteraan sosial adalah konsep utama negara sebagaimana bunyi pembukaan UU dan UUD 1945. Tetapi itu belum terwujud sepenuhnya di dalam masyarakat," kata Profesor Dr. Didik J. Rachbini.

Hal itu disampaikan Prof Didik, ketika menjadi narasumber pada diskusi "Webtalks Politik Kesejahteraan Sosial dan Masyarakat", di Jakarta, Jumat 11 November 2022.

Menurut Prof Didik, terdapat 8 dimensi kesejahteraan umum dalam Undang-undang yakni: Kedaulatan Rakyat, Perlindungan Rakyat, Keuangan Negara untuk Rakyat, Pekerjaan dan Penghidupan Rakyat, Jaminan Kesehatan dan Sosial, Pendidikan Umum untuk Kesehatan dan Kesejahteraan, Kekayaan Alam untuk Rakyat, Membebaskan Kemiskinan.

Baca Juga: Dekan FK-UV Jakarta, Taufik L. Pasiak: Dokter Harus Waspada, Banyak Penyakit Disebabkan Politik Kebijakan!

“Hal penting dari Pasal 5 aspek jaminan kesehatan dan sosial, dijelaskan dalam amandemen UUD 1945 dan setelah kelompok terdidik Indonesia belajar ihwal jaminan kesehatan dan perlindungan sosial di negara maju, maka muncul kesadaran bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan kesehatan yang maksimal oleh negara,” papar Didik.

Dengan demikian jelas Didik, negara wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada warganya. Dulu pada era Soeharto dan Habibie, hal memberikan pelayanan kesehatan kepada semua warga negara belum tercapai karena terbatasnya anggaran, dan belum seriusnya diskursus tentang pelayanan kesehatan bagi warga negara.

“Barulah pada era reformasi khususnya pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono hal layanan kesehatan masyarakat melalui BPJS terwujud. Meskipun timbul masalah dan keluhan di sana sini, tetapi masih dalam batas yang akan bisa diatasi. Kelas menengah telah banyak mengikuti asuransi khusus/mandiri, dan layanan kesehatan telah menyeluruh,” tambahnya.

Baca Juga: Di bawah Pengaruh Obat Bius dan Tindakan Dokter, Teddy Bantah Pengendali/Pengguna Narkoba

Didik juga mengkritisi dunia kedokteran, kadang terdapat dokter yang karena tidak pernah bersentuhan dengan masalah sosial sejak muda, maka ketika menjadi dokter memiliki intelegensi sosial yang lemah. Pengambilan keputusan dalam hubungan dengan masyarakat menjadi bermasalah.

“Selain itu dunia kesehatan dan kedokteran juga mengalami masalah oligarki dan “privilege turun temurun” menjadi dokter. Selain itu terdapat masalah monopoli obat-obatan. Padahal hal tersebut melanggar UU Anti Monopoli. Begitu pula permainan harga obat, seperti obat asam urat yang jauh lebih mahal dibandingkan harga obat asam urat di Pakistan,” tuturnya.

Kesejahteraan Umum Akan Terabaikan

Slain Prof Didik, tampil berbicara Abdul Hamid, Ketua Dewan Pengarah LP3ES. Abdul Hamid menyatakan bahwa kesejahteraan adalah bagian penting dari kepentingan umum yang akan berlangsung dengan baik jika negara memiliki orientasi yang besar terhadap kepentingan publik. Jika kebijakan negara keluar dari orientasi kepentingan publik maka bisa dipastikan kesejahteraan umum akan terabaikan.

Baca Juga: Terawan yang Menawan di Mata Wartawan, Menerawang Nasib Sang Dokter Pasca 'Dipecat' IDI


“Oligarki akan mempengaruhi orientasi sisi bisnis dari kebijakan publik. Apabila tidak dijaga maka dikhawatirkan kebijakan negara akan bergeser dari orientasi publik. Jika itu terjadi maka bisa jadi aspek kesejahteraan publik diantaranya kesehatan masyarakat akan terabaikan,” katanya.

Menurut Hamid, demokrasi sangat penting untuk menjaga kepentingan publik agar tetap berorientasi kepentingan publik. Jika demokrasi dijalankan dengan cara-cara yang kurang sehat maka akan menghasilkan kebijakan publik yang kurang sehat pula. Maka, menjadi kewajiban seluruh insan akademis kampus, dan peneliti serta aktivis untuk terus menjaga orientasi publik menjadi dasar dari sebuah kebijakan negara.

Baca Juga: Monas Jakarta Semarak Kegiatan Senam Massal Perantau Sulsel Peringati HUT KKSS


“Jika politik kesejahteraan masyarakat tidak berlangsung dengan baik, maka itu artinya negara telah kehilangan etisnya. Seperti misalnya masalah kesehatan warga yang merupakan hak dasar warga negara. Maka jika itu berlangsung dengan baik, maka tujuan etis dari sebuah negara telah kehilangan maknanya,” pungkasnya. **

Editor: Nur Aliem Halvaima

Tags

Terkini

Terpopuler