Kemenag Segera Susun Aturan Teknis Pencegahan Tindak Pelecehan Seksual di Semua Satuan Pendidikan

14 Oktober 2022, 11:05 WIB
PMA mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan melalui teknologi informasi /Pinterest

 

POSJAKUT -- Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. 

PMA No 73 tahun 2022 ini ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas 5 Oktober 2022 lalu dan mulai diundangkan sehari setelah itu. 

Peraturan Menteri Agama (PMA) tersebut mengatur soal langkah penanganan serta pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kemenag yang mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Baca Juga: Fisipol Crisis Center UGM terus Dalami  Kasus Pelecehan Seksual yang menimpa Manasiswi Jurusan HI

Jalur pendidikan formal tersebut meliputi madrasah hingga pertguruan tinggi keagamaan Islam (PTKIS) daj jalur pendidikan non formal dan informal seperti pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

"Setelah melalui diskusi panjang. Kita bersyukur PMA penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di Satuan Pendidikan Kemenag akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022," kata  Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie Jumat 13 Oktober 2022.

Aturan tersebut kata Anna Hasbie, terdiri atas tujuh Bab, yaitu: ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup. Total ada 20 Pasal.

Baca Juga: Minta Dipijit Saat Bimbingan Skripsi, 3 Mahasiswi Unmul Kaltim Laporkan Dosen Lakukan Pelecehan Seksual 

PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kemenag. Satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

PMA ini, kata Anna, mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Setidaknya ada 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.

Baca Juga: LBH Mawar Saron Laporkan Korban Pelecehan Seksual di PT Kawan Lama Group ke Polda Metro Jaya 

“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual. Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual dan atau tidak nyaman,” kata Anna.

Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan pendidikan antara lain harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi.

Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.

Baca Juga: Upaya Menekan Pelecehan Seksual, TransJakarta Operasikan Bus Khusus Pelanggan Wanita   

“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” jelas Anna.

Terkait sanksi, PMA ini mengatur pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi.

Dengan terbitnya PMA ini, lanjut Anna, Kemenag akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.

Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di seluruh satuan pendidikan Kemenag. ***

Editor: Maghfur Ghazali

Sumber: Kemenag RI

Tags

Terkini

Terpopuler