POSJAKUT - Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana kekerasan terhadap Muhammad Kace dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sidang Muhammad Kace atau M Kace yang digelar pada Kamis 16 Juni 2022 di Jakarta Selatan itu, yakni dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pada sidang tersebut M. Kace sebagai saksi korban, kembali tidak hadir untuk ketiga kalinya. Dengan alasan sedang menjalani proses banding di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat.
Sekedar diketahui, Muhammad Kace juga sudah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ciamis, Jawa Barat atas perkara penistaan agama.
"Hakim Ketua Djuyamto juga mengingatkan, JPU wajib menghadirkan saksi di dalam persidangan berikutnya," kata Adv Juju Purwantoro, salah satu anggota Tim Kuasa Terdakwa, usai sidang Jumat 17 Juni 2022.
Pada sidang Kamis 16 Juni 2022 di PN Jakarta Selatan tersebut, JPU menghadirkan dua saksi yang juga sebagai anggota Polri, yakni Bripda Asep Sigit dan Bripka Wandoyo.
Mendengar ketidakhadiran M Kace untuk kali ketiga sebagai saksi korban, Napoleon selaku terdakwa bereaksi.
Terdakwa memohon pada majelis hakim untuk meniadakan atau menggugurkan keterangan yang telah disampaikan Kace pada sidang sebelumnya.
"Mengingat sudah ketiga kali saudara Kace tidak hadir, saya sebagai terdakwa mohon kepada majelis hakim untuk meniadakan keterangan saksi Kace sebagai pelapor, karena dia tidak merasa sidang ini penting," tegas Napoleon.
Baca Juga: HUMOR NETIZEN : Sidang Perceraian dan Cerita Pisau Abunawas
Menurut JPU, Kace tidak dalam kondisi sakit. Dengan demikian, artinya Kace dalam kondisi sehat menurut KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
"Hakim dapat memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi Kace secara paksa, sesuai pasal 159 ayat (2) KUHAP, " kata Juju Purwantoro, salah seorang anggota tim kuasa hukum Napoleon.
Persidangan tetap berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi- saksi dari aparat rutan Bareskrim yaitu Bripka Wandoyo dan Bripka Asep Sigit.
Saksi dalam kasus tersebut faktanya dalam persidangan menjelaskan, bahwa mereka tidak “mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri” (pasal 1, butir 26 KUHAP), atas peristiwa penganiayaan oleh Napoleon.
Pada dasarnya walaupun kesaksian 'testimonium de auditu' (saksi yang mendapat keterangan/diperoleh dari orang lain) tapi setidaknya dapat menjadi alat bukti petunjuk, tambah Juju.
Saksi tersebut juga menerangkan, bahwa mendengar langsung dari Kace bahwa dia tidak mengetahui secara pasti siapa saja yang telah melakukan penganiayaan terhadapnya.
Dalam surat dakwaannya, JPU mendakwa Napoleon Bonaparte melanggar pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP, subsider-nya, pasal 170 ayat (1), atau pasal 351 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP dan lasal 351 ayat (1) KUHP. ***