Penegakan Hukum di Indonesia, Presiden KAI Erman Umar: Masih Prihatin, Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas!

11 Januari 2022, 22:00 WIB
Presiden KAI Erman Umar bersama pengurus DPP KAI /Nur Aliem Halvaima/foto dok DPP KAI

POSJAKUT - Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) Erman Umar menilai, penegakan hukum di Indonesia khususnya pada tahun 2021, masih sangat memprihatinkan, jauh dari harapan.  

Padahal negara hukum, sejatinya setiap warga negara harus diperlakukan sama di depan hukum, tetapi dalam praktek di lapangan, prilaku diskriminatif dalam penegakan hukum sering terjadi.

Demikian pernyataan dari DPP KAI yang ditandatangani Presiden KAI Erman Umar SH dan Sekjen Heytman Jansen SH di hadapan wartawan di Jakarta Selasa, 11 Januari 2022.

Baca Juga: Divonis Satu Tahun Penjara, Nia Ramadhani Minta Supir Beli Satu Paket Sabu Berikut Bongnya

Sebagai contoh, kata Erman Umar, tindakan diskriminatif tersebut terlihat pada saat proses pengesahaan RUU Omni Bus Law. Banyak sekali para tokoh, ahli hukum, dan LSM yang mengkritisi dan menentang keras pengesahan tersebut.

"Bahkan ratusan ribu masyarakat dan mahasiswa di seluruh Indonesia, melakukan demo unjuk rasa menolak RUU Omni Bus Law btersebut yang dianggap sangat merugikan masyarakat," kata Erman Umar.

Baca Juga: Respon Jeritan Emak-emak Dirjen PDN Kemendag, Oke Nurwan: Perbanyak Jual Bahan Konsumsi Rumahtangga!

Disayangkan, kata advokat senior ini, sebab yang di proses hukum hanyalah segelintir orang. Seperti Sahganda Nainggolanz Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.

Mereka ini, kata Erman Umar, merupakan tokoh KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang dianggap bersebrangan dengan pihak pemerintah, sementara tokoh-tokoh pengkritis keras yang lain tidak ada yang diproses hukum.

Baca Juga: Apa Enaknya Makan Ramen dengan Es Krim di Atasnya, Mau Tahu Yuk.. Coba

Jika dikaji, menurut Erman, sebenarnya sikap kritis para tokoh yang mengkritik RUU Omni Bus Law tersebut adalah wujud pelaksanaan hak konstitusional warga negara yang ada dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945 dan oleh UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. 

Dengan demikian, kata Erman, memproses dan mengadili para tokoh yang mengkritisi suatu RUU ataupun yang mengkritik suatu Kebijakan pemerintah, adalah bertentangan dengan Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 dan UU No.9 tahun 1998.

Baca Juga: Kelurahan Jatinegara, Juara II Pengumpulan ZIS se Kecamatan Cakung

"Akibat lebih jauh membuat warga negara menjadi tidak berani bersuara, tidak berani mengeluarkan pendapatnya atas suatu hal yang di rasakan tidak benar dalam kehidupan bernegara," katanya.

"Kenapa? Ya karena mereka takut ditangkap dan dipenjara, dan hal ini akan berakibat menurunkan kadar demokrasi di Indonesia yang telah di perjuangkan dengan susah payah sejak reformasi tahun 1998," tambah Erman.***

 

 

 

Editor: Nur Aliem Halvaima

Tags

Terkini

Terpopuler