POSJAKUT -- Jaksa Agung menyetujui sembilan dari 10 permohonan penghentian penuntutan. Penghentian ini berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif.
Kapus Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan penghentian perkara dilakukan atas dasar beberapa pertimbangan. Salah satunya telah dilaksanakan proses perdamaian antara korban dan tersangka.
"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/8/2022).
-Baca Juga: Pakar Hukum Pidana Menilai Fadil Imran Layak Diperiksan dan Dicopot
Persetujuan Jaksa Agung dilakukan melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
"Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis. Masyarakat merespon positif," sambungnya.
Selain itu, tersangka yang belum pernah dihukum dan ancaman pidana yang tidak lebih dari lima tahun menjadi alasan. Juga dalam beberapa kasus, tersangka sudah membayarkan dana bantuan kepada korban.
"Tersangka belum pernah dihukum. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya," ujarnya.
-Baca Juga: Didampingi Penasihat Hukum Baru, Bharada E Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator
Artikel Rekomendasi