Rubel Rusia Jatuh 10%, Negara Barat Pertimbangkan Larangan Impor Minyak dari Rusia

7 Maret 2022, 21:30 WIB
Penambangan Minyak di Rusia /

POSJAKUT - Mata uang Rusia, rubel, jatuh ke rekor terendah baru pada Senin, 7 Maret 2022, disebabkan kekhawatiran bahwa potensi embargo minyak AS dapat menghancurkan ekonomi negara tersebut.

Rubel turun 10% ke level 135,49 ketimbang dolar, setelah AS dan sekutunya membahas pembalasan lebih lanjut terhadap invasi Rusia ke Ukraina melalui larangan impor minyaknya.

Level itu menempatkan 1 rubel pada tujuh persepuluh dari 1 sen dolar ($0,0073) atau setara dengan 106,26 rupiah.

Tahun ini mata uang Rusia telah turun 38% sejauh ini, tetapi penurunannya tidak separah selama krisis keuangan Rusia 1998, yang jatuh hingga 70%.

Baca Juga: China Rilis Laporan Berisi Janji Penyelesaian Konflik Taiwan, AS: Terdapat Kesamaan antara China dan Rusia

Berita tentang potensi larangan impor minyak Rusia oleh Eropa dan AS sangat berdampak pada mata uang, menurut Walid Koudmani, kepala analis pasar di pialang keuangan XTB.

Dia mengatakan negara itu terus menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dan mungkin harus mencari tujuan ekspor alternatif untuk minyaknya.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan pada Minggu, 6 Maret 2022, bahwa AS dan mitra Eropanya sedang dalam diskusi aktif tentang pelarangan impor minyak Rusia sambil mempertahankan pasokan komoditas global yang stabil.

Sekutu Barat sejauh ini enggan melarang impor minyak dari Rusia, mengingat hal itu dapat mengakibatkan peningkatan biaya energi bagi konsumen.

Tetapi tekanan telah meningkat pada pembuat kebijakan untuk melarang impor sebagai tanggapan atas agresi yang diperintahkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina.

Baca Juga: China Peringatkan Negara Barat untuk Berhenti Ikut Campur dalam Masalahnya dengan Taiwan

Merespons hal itu, Putin menganggap sanksi Barat sebagai deklarasi perang pada hari Sabtu.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi telah mendukung tindakan seperti itu. "Larang minyak yang datang dari Rusia," katanya kepada wartawan, Kamis. "Saya mendukung semua larangan itu."

Pada hari Minggu, Layanan Investasi Moody's memangkas peringkat kredit Rusia ke status "Ca" terendah kedua, yang berarti sekuritas di negara itu kemungkinan atau sangat dekat dengan default.

Hal itu dilihat sebagai faktor lain yang berkontribusi terhadap penurunan rubel terbaru.

Baca Juga: Lagi-lagi IU Sumbang Harta untuk Aksi Kemanusiaan, Kali Ini untuk Korban Kebakaran Hutan

Pekan lalu rubel jatuh 30% sebagai tanggapan atas sanksi sebelumnya yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat, karena investor internasional dan perusahaan asing dengan cepat menjauhkan diri dari investasi Rusia.

Dalam upaya untuk menghindari runtuhnya rubel, bank sentral Rusia menaikkan suku bunga lebih dari dua kali lipat menjadi 20%. Tapi langkah itu tampaknya tidak melindungi mata uang dari jatuh bebas lebih lanjut.

Bursa saham Moskow ditutup sepanjang minggu lalu atas perintah bank sentral, dan tidak ada perdagangan yang akan berlangsung sampai Rabu. Itu akan menandai penutupan pasar terpanjang yang pernah ada.

Editor: Abdurrauf Said

Sumber: Markets Insider

Terkini

Terpopuler