Doktor, Bidang Administrasi Publik dari Universitas Padjadjaran Bandung ini mengatakan, perubahan yang terjadi di STAI Attaqwa Bekasi saat ini seharusnya masih bisa didorong lebih cepat.
“Ibarat mobil lari 80 km/jam STAI Attaqwa Bekasi saat ini bisa di digas lagi sampai 100-120 km/jam dan tetap selamat. Karena semua persyaratan STAI Attaqwa untuk naik kelas sudah terpenuhi,” tutur penulis bukus Sistem Politik Indonesia 2013 itu.
Dikatakan, dari jumlah prodi, jumlah alumnus, aset, juga 170-an lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Attaqwa merupakan modal sosial yang handal untuk STAI naik menjadi Universitas Attaqwa KH Noer Alie sekalipun.
Baca Juga: STAI Attaqwa Kampus Pahlawan Nasional Sebar Mahasiswa KKN di 10 Desa Kabupaten Bekasi
Bukan itu saja, Prof Sahya juga mendorong STAI Attaqwa saat ini segera membuka program pasca sarjana, karena program inilah ke depan yang dapat memberikan subsidi silang pada sebuah perguruan tinggi
Alumni STAI Attaqwa yang 1.800-an orang ini kata Sahya merupakan modal program pasca sarjana tidak akan kekurangan mahasiswa.
Sebelumnya, Ketua STAI Attaqwa Bekasi Dr M Abid Marzuki M.Ed mengatakan tradisi perubahan di lingkungan Attaqwa sudah terjadi sejak lama sekali. Saat almaghfurlah KH Noer Alie pulang dari Makah 1940 perubahan sudah berlangsung.
KH Noer Alie mengawali mengajar di pesantren dengan 12 murid, mengirim sejumlah santrinya untuk belajar ke pesantren di Jawa Timur, seperti Ponpes Gontor dan Lasem. Beliau juga mengirim putra putarinya untuk belajar ke Perguruan Muhammadiyah di Jogyakarta.
Sekembalinya belajar dari Jawa Timur dan Yogyakarta, pesantren yang dulunya dikelola secara tradisonal, berubah menjadi pesantres dengan sistem pendidikan madrasah yang modern.
Artikel Rekomendasi