Ahli Hukum Menilai MK Tak Layak Disebut Penjaga Konstitusi, Omnibus Law Diputus Penuh Kompromi

- 26 November 2021, 20:40 WIB
   Menko Ekon Airlangga Hartarto dan Menkumham Yasonna Laoly saat memberi keterangan pers  terkait  putusan MK tentang Omnibus Law yang membingungkan. Namun, pemerintah  menyatakan siap melaksanakan putusan  MK tersebut
Menko Ekon Airlangga Hartarto dan Menkumham Yasonna Laoly saat memberi keterangan pers terkait putusan MK tentang Omnibus Law yang membingungkan. Namun, pemerintah menyatakan siap melaksanakan putusan MK tersebut /Setkab.go.id/

 

PosJakut – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU No.11 Tahun 2020 dinilai membingungkan.

Bahkan putusan itu memunculkan anggapan bahwa lembaga itu tak lagi layak disebut sebagai penjaga konstitusi, karena para hakim MK berpendapat seolah mereka adalah politisi.

Demikian kesimpulan pakar hukum Dr.Muhammad Taufiq SH, MH terkait putusan MK yang menyatakan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja atau sering disebut Omnibus Law bertentangan dengan UUD 45 alias inkonstitusional.

Baca Juga: Pasca Putusan MK tentang Omnibus Law, Syahganda Berharap Jokowi Minta Maaf

Muhammad Taufiq yang diwawancarai PosJakut via sambungan telepon Jumat petang (26/11) menyatakan, selain membingungkan, putusan MK tersebut juga multitafsir dan jauh dari harapan masyarakat. 

Dosen Fakultas Hukum Unissula, Semarang, itu lebih jauh menilai putusan MK aneh, dan patut diduga putusan aneh ini tidak lebih dari sebuah langkah kompromi.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi akhirnya mengumumkan hasil putusan terkait UU No.11 / 2020 tentang Cipta Kerja, Kamis, 26 November 2021.

Setelah melalui berbagai pertimbangan hukum karena pembentukan UU Cipta Kerja tak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.

Halaman:

Editor: Ramli Amin


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini