120 Calon Wisudawan STAI Attawa Ikuti Bimbingan Karier, Irfan Mas’ud: Ini 3 Komponen Kebutuhan Masa Depan

- 18 Oktober 2022, 09:05 WIB
Program bimbingan karier di STAI Ataqwa Bekasi baru dilaksanakan 5 tahun terakhir, tetapi tradisinya sejatinya sudah berlangsung lama
Program bimbingan karier di STAI Ataqwa Bekasi baru dilaksanakan 5 tahun terakhir, tetapi tradisinya sejatinya sudah berlangsung lama /Aryodewo/POSJAKUT

POSJAKUT – Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attaqwa Bekasi, Dr M Abid Marzuki, M.Ed mengungkapkan setiap tahun sebelum pelaksanaan wisuda sarjana, ada program bimbingan karir (PBK) yang wajib diikuti calon wisudawan.

Program bimbingan di kampus Pahlawan Revolusi KH Noer Alie dalam kata Abid Marzuki baru dilangsungkan sejak 2018 lalu. Jadi baru lima tahun berturut-turut pelaksanaannya namun traadisinya sudah berlangsung lama.

Tujuan dari PBK ini kata alumni Pondok Pesantren Modern Gontor itu adalah untuk memotivasi para mahasiswa yang sedang belajar dan yang mau lulus, agar mereka terus menjadi agen perubahan saat terjun langsung ke masyarakat.

Baca Juga: Dari Workshop Zakat STAI Attaqwa, Faisal Qosim; Zakat Yaitu Rukun Islam Paling Diabaikan Umat

“Tradisi menjadi agen perubahan ini sebenarnya sudah dimulai ketika KH Noer Alie pulang dari Makah 1940. Beliau langsung mendirikan pesantren hanya dengan 12 santri,” kata M Abid Marzuki Selasa 18 Oktober 2022.

Sebelumnya, pada Senin 17 Oktober 2022, Panitia Wisuda XXII STAI Attaqwa Bekasi menyelenggarakan PBK yang diikuti oleh sekitar 120 calon wisudawan dari 2 Prodi yaitu PAI dan KPI (Pendidikan Agama Islam dan Komunikasi Penyiaran Islam). 

Abid Marzuki menjelaskan, KH Noer Alie cukup lama mengajar di pesatren tradisional. Tetapi beliau menyadari pesantren yang diasuh harus terus menjadi lebih maju. Maka dikirimkanlah anak-anak beliau untuk melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta.

Baca Juga: Rektor UIN Bandung Prof Mahmud: Kalau Mau Maju STAI Attaqwa Bekasi Harus Berani Keluar dari Zona Nyaman

Setelah anak-anak beliau menyelesaikan pendidikan di Jawa, pesantren tradisional Attaqwa pun berubah menjadi pesantren yang lebih terorganisir dengan sistem pendidikan klasikal dalam bentuk madrasah.

Perubahan demi perubahan terus terjadi, hingga didirikanlah STAI untuk mengantisipasi perubahan dan zamannya. Sejauh ini perubahan juga terus terjadi, hingga tumbuh menjadi 66 lebih lembaga pendidikan yang barada di bawah naungan Yayasan Attaqwa. 

Artinya jika ditarik garis ke belakang, Attaqwa sejak dulu memang tidak pernah status quo, Attaqwa selalu berubah, terbuka dan tidak anti pada perubahan. Karena menurut Abid Marzuki perubahan itu adalah kunci dari kesuksesan siapa pun yang menolak perubahan akan tergilas zaman.

 Baca Juga: STAI Attaqwa Kampus Pahlawan Nasional Sebar Mahasiswa KKN di 10 Desa Kabupaten Bekasi  

Karena itulah Abid Marzuki yang juga Ketua Dewan Pembinan Yayasan Attaqwa berharap tradisi terus bergerak maju terhadap perubahan itu ditularkan kepada para calon wisudawan karena setelah mereka diwisuda nanti akan berhadapan langsung dengan masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Yayasan Attaqwa KH Irfan Mas’ud Lc, MA saat memberikan materi PBK bertema “Perubahan Berkesinambungan“ mengatakan intinya ada tiga proyeksi mendasar kebutuhan masa depan yang harus dimiliki oleh seluruh mahasiswa dan para calon wisudawan.

Tiga proyeksi kebutuhan masa depan ini katanya sudah diakui dunia. Hal pertama yang mendesak dipenuhi adalah karakter (akhlaq, kejujuran).

 Baca Juga: Ratusan Guru PAUD di Jakarta Selatan Dapat Beasiswa S1 ke Program Studi PAUD STAI Alhikmah

Komponen  kedua pendukung karakter adalah kompetensi, atau kemampuan seorang melakukan pekerjaan sesuai pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai standardisasi.

Kompetensi ini kata Irfan Mas’ud harus pula menyangkut kemampuan berfikir kritis, berpikir kreatif, komunikatif juga kolaboratif atau bisa bekerjasama dengan pihak lain. 

“Kita tidak ingin lulusan STAI Attawqa orang nya jujur, tetapi malas bekerja. Atau sebaliknya mereka pekerja keras, ulet, tidak pantang menyerah, tetapi culas. Yang kita inginkan adalah keseimbangan antara karakter dan kompetensi tadi,” tegas Irfan.

Sementara komponen mendasar ketiga untuk menyempurnakan yang dua tadi adalah literasi, yaitu penguasaan membaca, penguasaan bahasa, penguasaan teknologi, penguasaan budaya dan juga penguasaan soal keuangan.

Baca Juga: Kemendikbudristek Alokasikan Rp1 Triliun Dana Pendamping Kampus Merdeka

Sekarang ini kemampuan mebaca di Indonesia termasuk mahasiswa STAI Attaqwa masih rendah meskipun minat membacanya relatif tinggi. Indikasinya, kalau baca watsApp bisa tahan berlama-lama, tetapi membaca materi kuliah agak panjang langsung skip. 

Belum lagi membaca buku, baru melihat buku agak gede sedikit sudah mundur duluan. Buku banyak bahasa asingnya, ogah. Ini menunjukkan minat membaca tinggi tetapi kemampuan membacanya rendah.

Indikasi lain misalnya saat nyusun skripsi, tidak mau susah-susah  cari referensi dari sumber pertama, senengnya kok malah ngutip dari skripsi yang sudah jadi karena memang lebih gampang, tetapi kualitasnya jadi disangsikan.

Irfan Mas'ud mengatakan, jika tiga komponen kebutuhan masa depan tadi sudah dipersiapkan dengan serius dan benar, dia yakin para lulusan STAI Attaqwa ditempatkan dimana pun mereka akan siap menghadapi. ***

 

 

Editor: Maghfur Ghazali

Sumber: POSJAKUT


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x