Prof Bambang Brojonegoro: 'Pemerintah Harus Mampu Kendalikan Inflasi Secara Langsung'

- 7 November 2022, 21:53 WIB
Prof Bambang Brojonegoro:
Prof Bambang Brojonegoro: /Nur Aliem Halvaima /Foto : Universitas Paramadina/Posjakut

POSJAKUT - Profesor Bambang Brojonegoro, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan/Kepala BRIN (2019-2021), menyoroti dan memberi masukan soal laju inflasi di Indonesia.

Menurut Prof. Bambang Brodjonegoro, pemerintah seharusnya mampu mengendalikan inflasi secara langsung.

"Hal ini karena inflasi memiliki dampak yang paling signifikan bagi daya beli dan konsumsi masyarakat," kata Prof Bambang Brodjonegoro pada acara panel diskusi.

Terutama, kata Prof Bambang, pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. 

Baca Juga: Harga Beras Naik Terus Bisa Kerek Inflasi, Mendag Zulhas Sampaikan Ini ke Presiden

Menurut Menristek dan Pendidikan/Kepala BRIN (2019-2021) itu, di negara berkembang, separuh dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dipergunakan untuk membeli makanan.

Dengan kata lain inflasi bisa memiliki dampak yang sangat akut untuk kesehatan dan standar hidup manusia.

“Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan terjadinya krisis energi dan pangan," katanya.

Sehingga mendorong terjadinya inflasi lebih tinggi dalam waktu singkat. 

Baca Juga: Inflasi Capai 21 Persen, Presiden Erdogan Upayakan Pangkas Suku Bunga dan Stop Penggunaan Dolar AS

Di beberapa negara, tekanan harga sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga komoditas global dan gangguan rantai pasokan yang sudah dimulai saat pandemi Covid-19. 

"Kenaikan harga makanan dan energi selama setahun terakhir menjadi faktor pendorong utama kenaikan inflasi dalam beberapa waktu terakhir ini,“ terangnya.

Menurut Prof Bambang, inflasi diperkirakan akan mencapai puncaknya pada akhir tahun 2022. 

Inflasi diperkirakan akan melambat dalam tahun 2023, akibat kebijakan moneter yang lebih ketat terutama tingkat suku bunga dibeberapa negara. 

Baca Juga: Inflasi Terkendali, Anies Revisi UMP 2022 Naik. Ringankan Beban Pekerja Jakarta

Turunnya harga komoditas minyak mentah dan makanan di pasar global, berkontribusi untuk menurunkan harga dan inflasi. 

Di Indonesia sendiri, tingginya harga komoditas mendorong inflasi meningkat menjadi 5,95% pada bulan September 2022 (yoy). Peningkatan harga terjadi pada makanan dan transportasi. 

Untuk menopang daya beli dan konsumsi masyarakat, Pemerintah menggalihkan belanja subsidi BBM dan listrik, menajdi bantuan tunai untuk rumah tangga dan pekerja berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Universitas Paramadina dan KAS Jerman, Gelar Diskusi Bahas Ekonomi Indonesia, Tekanan Covid dan Perang

Tingkat inflasi diperkirakan akan terus melonjak, pada bulan September hingga Desember 2022, disebabkan karena kenaikan harga BBM. 

Pemerintah merevisi perkiraan inflasi dari 3,6% menjadi 4,6% pada tahun 2022. Inflasi diperkirakan pada 5,5%–6,0% hingga Juni 2023 dan turun menjadi 3,8% pada bulan Desember. 

Baca Juga: Warek Universitas Paramadina: 'Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Dalam Masa Pemulihan Ekonomi, Kurang Tepat!

Rata-rata Inflasi diperkirakan sebesar 5,1% pada tahun 2023, naik dari proyeksi 3,0% sebelumnya. 

Konsumsi dan investasi bisa menjadi lebih kuat dari yang diharapkan, mengimbangi ekspor yang mulai melemah. 

"Jika inflasi lebih tinggi dari yang diharapkan, menyebabkan permintaan masyarakat akan semakin melemah dari yang diharapkan,” tutupnya.***

 

 

Editor: Nur Aliem Halvaima


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x