Warek Universitas Paramadina: 'Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Dalam Masa Pemulihan Ekonomi, Kurang Tepat!

- 22 Agustus 2022, 14:30 WIB
Warek Universitas Paramadina: 'Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Dalam Masa Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19 Kurang Tepat!
Warek Universitas Paramadina: 'Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Dalam Masa Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19 Kurang Tepat! /Nur Aliem Halvaima /Foto: dok Humas Univ Paramadina / POSJAKUT /

POSJAKUT - Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina di Jakarta mengatakan, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi perlu dikritisi. 

"Sebaiknya Pemerintah melakukan pengendalian BBM bersubsidi dengan membatasi penggunanya untuk kalangan tertentu," katanya di Jakarta, Senin 22 Agustus 2022.

Demikian disampaikan Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina dalam keterangan tertulis kepada POSJAKUT menanggapi rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dalam beberapa waktu ke depan. 

“Kebijakan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari beban subsidi yang ditanggung Pemerintah mencapai Rp 578,1 triliun, akibat kenaikan harga minyak dipasar Internasional dan biaya kompensasi yang harus ditanggung Pemerintah," ucap Handi Risza.

Baca Juga: Warek Universitas Paramadina Handi Risza, Merespon Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2022 Presiden Jokowi

Tetapi, kebijakan ini tentunya akan memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan Masyarakat banyak, katanya. 

Kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar tersebut lanjut Handi, akan berimbas kepada kenaikan harga-harga barang, baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung. 

Handi mengungkapkan bahwa tingginya harga komoditas di pasar internasional telah menyebabkan inflasi secara global di banyak negara. 

“Inflasi tahunan sudah hampir menembus 5% year on year (yoy), atau berada pada level 4,94% yoy. Bahkan inflasi makanan telah mencapai angka 10,32% (yoy)". 

Baca Juga: Universitas Paramadina Gelar Program Pelatihan Ekonomi Pasar Sosial di Mandalika Lombok NTB

Jika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi dalam pekan depan, maka bisa dipastikan angka inflasi akan bergerak naik. 

"Dampaknya tentu akan sangat memberatkan bagi kehidupan masyarakat kebanyakan," lanjutnya.

Handi juga menyoroti perihal mulai pulihnya kehidupan masyarakat pasca melandainya Covid-19, yang membuat aktivitas ekonomi kembali pulih. 

Walaupun pertumbuhan ekonomi Triwulan I dan II tumbuh sebesar 5,01% dan 5,44%, masih ditopang oleh tingginya ekspor komoditas, tetapi konsumsi masyarakat juga menunjukkan pergerakan yang signifikan.

Baca Juga: Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini: Indonesia Seolah Telah Menjadi Subordinasi China

Kenaikan harga BBM bersubsidi, dikhawatirkan akan memukul kembali daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga berdampak terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, bahkan pertumbuhan ekonomi dikhawatirkan akan kembali melambat.

Menurutnya, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut akan memberikan pengaruh yang besar bagi kalangan dunia usaha, terutama sektor UMKM dan usaha kecil informal lainnya yang seringkali tidak tersentuh oleh program bantuan sosial Pemerintah. 

Selama ini, sebagian besar sektor UMKM dan informal tersebut memanfaatkan BBM bersubsidi dalam menjalankan usahannya. 

Baca Juga: Bagaimana Kehidupan Masyarakat Pasca Pandemi? Diseminarkan di Universitas Paramadina

“Apalagi sebelumnya mereka juga sudah terkena dampak dari kenaikan harga Minyak Goreng. Kenaikan BBM bersubsidi dikhawatirkan akan semakin membuat pengusaha UMKM dan informal lainnya semakin terpuruk, dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat," ungkap Handi. 

Untuk saat ini, saran Handi, dengan mempertimbangkan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, pemerintah sebaiknya membuat kebijakan pengendalian BBM bersubsidi.

Misalnya dengan membatasi penggunaan BBM bersubsidi untuk kalangan tertentu saja, Angkutan Umum, Sepeda Motor dengan cc kecil. Pemerintah selalu mencari jalan pintas dalam menghadapi tingginya harga energi. 

Sebagai contoh, sampai saat ini, Pemerintah belum bisa mengendalikan penjualan LPG 3 Kg secara tertutup, sebagaimana amanah konstitusi, akibatnya subsidinya selalu meningkat setiap tahunnya."

Baca Juga: Komunitas Otomotif Minta Harga BBM Pertamax di Bawah SPBU Asing, Pembalap Anggap Wajar Ada Kenaikan

Subsidi adalah salah satu bentuk keberpihakan Pemerintah terhadap masyarakat banyak. Besaran subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2023 direncanakan sebesar Rp 336,7 triliun. 

Rinciannya adalah Rp 210,7 triliun untuk subsidi energi dan Rp 126 triliun untuk kompensasi energi. Artinya Pemerintah sudah memprediksi harga minyak akan kembali dibawah 100 USD per barel. 

Turunnya harga minyak global, tidak lantas membuat harga BBM juga mengalami penurunan. 

"Sehingga masyarakat menanggung beban yang besar dalam menggunakan BBM yang seharusnya disesuaikan dengan harga minyak secara global,” pungkasnya.***

Editor: Nur Aliem Halvaima


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini