TAUSYIAH : Idul Adha Harus Ikut Siapa? (2)

1 Juli 2022, 22:35 WIB
ILUSTRASI : Stadion JIS (Jakarta Internasional Stadium) digunakan Gubernur Dki Anies Baswedan bersama umat Islam sholat Idul Fitri baru lalu /Nur Aliem Halvaima /Foto : dok Kominfo Jakut / POSJAKUT /

TAUSYIAH : Idul Adha Harus Ikut Siapa? (2)

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

POSJAKUT - Perlu diketahui bahwa hilal bukanlah sekedar fenomena alam yang terlihat di langit. Namun hilal adalah sesuatu yang telah masyhur di tengah-tengah manusia, artinya semua orang mengetahuinya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, "Hilal asalnya bermakna kata zuhur (artinya: nampak) dan rof'ush shout (meninggikan suara)". 

[Artinya yang namanya hilal adalah sesuatu yang tersebar dan diketahui oleh orang banyak]. 

"Jika hilal hanyalah nampak di langit saja dan tidak nampak di muka bumi (artinya, diketahui orang banyak), maka semacam itu sama sekali tidak dikenai hukum baik secara lahir maupun batin". 

Baca Juga: TAUSIYAH : Bahaya Durhaka kepada Orang Tua

"Akar kata dari hilal sendiri adalah dari perbuatan manusia. Tidak disebut hilal kecuali jika ditampakkan". 

"Sehingga jika hanya satu atau dua orang saja yang mengetahuinya lantas mereka tidak mengabarkan pada yang lainnya, maka tidak disebut hilal". 

"Karenanya, tidak ada hukum ketika itu sampai orang yang melihat hilal tersebut mengabarkan pada orang banyak". 

"Berita keduanya yang menyebar luas yang nantinya disebut hilal karena hilal berarti mengeraskan suara dengan menyebarkan berita kepada orang banyak.” 

Baca Juga: TAUSIYAH : Memberkahi Rezeki dan Panjang Umur

Beliau rahimahullah mengatakan pula, “Allah menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia dan sebagai tanda waktu berhaji". 

"Ini tentu saja jika hilal tersebut benar-benar nampak bagi kebanyakan manusia dan masuknya bulan begitu jelas". 

"Jika tidak demikian, maka bukanlah disebut hilal dan syahr (masuknya awal bulan)". 

Dasar dari permasalahan ini, bahwa Allah subhanahu wa ta'ala mengaitkan hukum syar'i -semacam puasa, Idul Fithri dan Idul Adha- dengan istilah hilal dan syahr (masuknya awal bulan). Allah Ta'ala berfirman,

Baca Juga: TAUSIYAH : Jalan Mudah Menuju ke Surga

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: "Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji" (QS. Al Baqarah: 189).

Ibnu Taimiyah kembali menjelaskan, “Syarat dikatakan hilal dan syahr (masuknya awal bulan) apabila benar-benar diketahui oleh kebanyakan orang dan nampak bagi mereka". 

"Misalnya saja ada 10 orang yang melihat hilal namun persaksiannya tertolak". 

"Lalu hilal ini tidak nampak bagi kebanyakan orang di negeri tersebut karena mereka tidak memperhatikannya, maka 10 orang tadi sama dengan kaum muslimin lainnya". 

Baca Juga: TAUSIYAH : Ketika Cahaya Al-Qur'an dan Cahaya Iman Bersatu

"Sebagaimana 10 orang tadi tidak melakukan wukuf, tidak melakukan penyembelihan (Idul Adha), dan tidak shalat 'ied kecuali bersama kaum muslimin lainnya, maka begitu pula dengan puasa, mereka pun seharusnya bersama kaum muslimin lainnya". 

Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha”

Imam Ahmad –dalam salah satu pendapatnya- berkata,

يَصُومُ مَعَ الْإِمَامِ وَجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فِي الصَّحْوِ وَالْغَيْمِ

“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.”

WaLLAAHUa'lam.

(diolah dari TAUSYIAH Dra. Hj. Fatamorgana Djufrie Tambora, dosen Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar Sulawesi Selatan).

Editor: Nur Aliem Halvaima

Terkini

Terpopuler