TAUSYIAH : Idul Adha Harus Ikut Siapa? (1)

1 Juli 2022, 11:30 WIB
ILUSTRASI : Suasana persiapan shalat di Stadion JIS ( Jakarta Internasional Stadium) Jakarta Utara bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan /Nur Aliem Halvaima /Foto : dok Kominfo Jakut / Posjakut/

 

TAUSYIAH : Idul Adha Harus Ikut Siapa? (1)

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

POSJAKUT - Jika salah seorang atau satu organisasi melihat hilal Ramadhan atau Syawal, lalu persaksiannya ditolak oleh penguasa, apakah yang melihat tersebut mesti puasa atau mesti berbuka?

Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di antara para ulama.

Salah satu pendapat menyatakan bahwa ia mesti puasa jika ia melihat hilal Ramadhan dan ia mesti berbuka jika ia melihat hilal Syawal.

Namun keduanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak menyelisi mayoritas masyarakat di negeri tersebut.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy Syafi'i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad dan pendapat Ibnu Hazm.

Baca Juga: TAUSIYAH : Bahaya Durhaka kepada Orang Tua

Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut." (QS. Al Baqarah: 185)

Pendapat lainnya menyatakan bahwa hendaklah orang yang melihat hilal secara bersendirian berpuasa berdasarkan hilal yang ia lihat.

Namun hendaklah ia berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.

Sedangkan pendapat yang terakhir menyatakan bahwa orang tersebut tidak boleh mengamalkan hasil ru'yah, ia harus berpuasa dan berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya.

Baca Juga: TAUSIYAH : Memberkahi Rezeki dan Panjang Umur

Dalil dari pendapat terakhir ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha." (HR. Tirmidzi no. 697, shahih).

Ketika menyebutkan hadits tersebut, Abu Isa At Tirmidzi rahimahullah menyatakan, ”Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan,

“Puasa dan hari raya hendaknya dilakukan bersama jama'ah (yaitu pemerintah kaum muslimin) dan mayoritas manusia (masyarakat)".

Baca Juga: TAUSIYAH : Jalan Mudah Menuju ke Surga

"Hadits di atas bukan dimaksud kita berhari raya dengan masyarakat setempat, yang dimaksud adalah dengan jama'ah".

"Jama'ah adalah dengan rakyat banyak di bawah keputusan penguasa. Sehingga keliru pemahaman sebagian orang tentang hadits tersebut".

Pendapat terakhir ini menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Ahmad (bersambung).***

WaLLAAHUa'lam.
(diolah dari TAUSYIAH Dra. Hj. Fatamorgana Djufrie Tambora, dosen Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar Sulawesi Selatan).

Editor: Nur Aliem Halvaima

Tags

Terkini

Terpopuler