Yenny Wahid Menilai Polemik “Amplop Kiai” Jangan Diartikan Kebiasaan Money Politics

- 28 Agustus 2022, 12:30 WIB
Polemik "Amplop Kiai", sebagaimana respons terhadap pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Minoarfa, bukti tidak paham budaya ulama
Polemik "Amplop Kiai", sebagaimana respons terhadap pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Minoarfa, bukti tidak paham budaya ulama /foto ANT

Ia berharap Suharso sebagai publik figur tidak mengulangi kesalahan yang bisa menyinggung seluruh kiai.

Yenny Wahid mengtakan, banyak orang yang datang sowan ke kiai untuk minta didoakan karena mereka percaya bahwa silaturahmi ke kiai akan mendatangkan keberkahan. Baik orang miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa, semua diterima dan dihormati

Baca Juga: Menteri Suharso Monoarfa: Tugas Besar Bangsa Indonesia adalah Melakukan Transformasi Ekonomi

Bahkan, Yenny mengatakan bahwa tidak jarang ada yang datang membawa sumbangan dan oleh-oleh, ada yang datang membawa hasil bumi, seperti singkong dan kelapa. Akan tetapi ada juga yang memilih memberikan sumbangan berupa uang dengan jumlah beragam. 

Yenny mengatakan, banyak kiai yang bahkan besaran sumbangannya saja tidak tahu karena biasanya akan disalurkan langsung untuk keperluan pondok pesantren, membangun masjid, dan lain-lain.

Sekarang ini kata Yenny banyak pondok pesantren yang masih disubsidi oleh kiainya agar para santri bisa belajar dan tinggal secara gratis di sana.

Baca Juga: Presiden Ingatkan untuk Tak Lagi Hadirkan Politik Identitas, Begini Caranya ! 

Ia menceritakan pengalaman unik dengan almarhum Kiai Maimun Zubair, tokoh karismatik PPP. Kalau beliau diberi amplop, amplopnya diterima, lalu dikembalikan lagi kepada yang memberi.

"Beliau mengatakan bahwa sumbangannya beliau terima. Karena sudah menjadi haknya, beliau memberikan kembali kepada orang yang memberi sumbangan tersebut sebagai hadiah dari beliau," katanya. 

Yeni  menegaskan, "Itulah akhlak kiai, yang bisa menolak secara halus tanpa menyinggung perasaan orang yang ingin mendapatkan berkah dan ini tidak bisa dikategorikan sabagai money politics.

Halaman:

Editor: Maghfur Ghazali

Sumber: posjakut/ant


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini