POSJAKUT - Pada tahun 1999, Vladimir Putin adalah kepala badan keamanan FSB, lembaga yang menggantikan KGB setelah Uni Soviet runtuh. Sebelum menjadi presiden, ia pernah menaklukkan wilayah yang memisahkan diri.
Dia melancarkan serangan untuk merebut kembali wilayah Chechnya, yang para pejuangnya telah berjuang melawan pasukan Rusia beberapa tahun sebelumnya.
Kala itu, Rusia kalah jumlah dengan pejuang Chechnya tetapi sebagian besar memilih untuk menembaki ibukota Chechnya, Grozny, daripada memasukinya dan menghadapi para pejuang tersebut.
Rusia menghantam kota itu dengan misil, senjata termobarik, bom, dan artileri. Satu rudal jelajah menghantam pasar pusat dan menewaskan 140 orang, menurut catatan Geoffrey York, koresponden The Globe and Mail yang melaporkan dari langsung Grozny.
Setelah empat bulan, pasukan Rusia berhasil merebut Grozny dan mengakhiri pengepungan. Diperkirakan 25.000 warga sipil tewas. Beberapa tahun kemudian, PBB menyebut Grozny sebagai kota paling hancur di Bumi.
Para ahli militer melihat pola yang sama antar penyerangan Grozny dan Kyiv yang sedang terjadi saat ini, kemungkinan opsi terakhir sama apabila Putin tidak sanggup menangkis perlawanan Ukraina.
Menurut William Burns, Direktur CIA Amerika Serikat, "Putin tidak memiliki permainan akhir politik yang berkelanjutan dalam menghadapi apa yang akan menjadi perlawanan sengit dari Ukraina."
Dia mengatakan Putin telah merencanakan strategi penaklukan Kyiv dalam waktu dua hari. Namun pasukannya tidak dapat mengepung kota tersebut dalam dua minggu.
Artikel Rekomendasi