Siaran Nonberita TV Sampai Larut Malam, Disorot Komisi Penyiaran dan Akademisi

- 25 Oktober 2022, 21:02 WIB
Siaran Nonberita TV Sampai Larut Malam, Disorot Komisi Penyiaran dan Akademisi
Siaran Nonberita TV Sampai Larut Malam, Disorot Komisi Penyiaran dan Akademisi /Nur Aliem Halvaima /Foto : Universitas Paramadina/Posjakut

POSJAKUT - Siaran televisi nasional mendapat sorotan dari para akademisi, terutama untuk program nonberita yang siarannya hingga larut malam.

Dua orang akademisi dari Universitas Paramadina, Dr. Rini Sudarmanti, dan Tri Wahyuti, M.Si mengungkapkan temuannya terkait program TV nonberita.

Hal itu disampaikan keduanya pada kegiatan "Evaluasi Dengar Pendapat" Universitas Paramadina bekerjasama dengan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta.

Baca Juga: Akademisi Universitas Paramadina dan Komisi Penyiaran Daerah DKI Jakarta, Lakukan Evaluasi Siaran Televisi

Acara yang berlangsung pada Kamis 20 Oktober 2022, di mulai pukul 13.00 WIB ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para akademisi.

Untuk program televisi non berita misalnya, Rini dan Tri menyoroti adanya tayangan yang berdurasi sangat panjang. 

Akibatnya, terkadang pada siaran selama empat jam yang disiarkan secara live, seperti D’Academy Indosiar, berakhir waktunya pada pukul 23.07 WIB. 

Baca Juga: Universitas Paramadina Gelar Program Pelatihan Ekonomi Pasar Sosial di Mandalika Lombok NTB

Jika melihat rentang usia peserta berada pada usia 14 sampai 25 tahun, artinya program televisi Indosiar ini, tidak menutup kemungkinan melibatkan usia di bawah umur yang ikut hingga larut malam (melewati pukul 21.00). 

Selain itu, program drama televisi Indosiar, juga masih memperlihatkan tindakan pelecehan pada situasi ekonomi dan perbedaan usia yang tampak biasa, tetapi menjadi bumbu konflik cerita yang disajikan dalam tayangan.  

Rini dan Tri juga mengungkapkan, masih adanya penggambaran perempuan yang berpakaian tertutup tetapi mengimajinasikan lekuk tubuh.

Baca Juga: Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini: Indonesia Seolah Telah Menjadi Subordinasi China

Seperti paha, dada, dan bokong perempuan yang merupakan bentuk eksploitasi tubuh perempuan. 

Meskipun penggambaran kekerasan tidak digambarkan detail dalam drama, namun lebih banyak tergantikan dalam bentuk kekerasan verbal, intonasi suara, dan mimik wajah. 

Perilaku kekerasan yang demikian ini perlu juga diwaspadai kemunculannya karena juga berpotensi menjadi suatu pembenaran sebagai sesuatu yang biasa terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya.

Baca Juga: Bagaimana Kehidupan Masyarakat Pasca Pandemi? Diseminarkan di Universitas Paramadina

Sedangkan pada evaluasi siaran televisi stasiun RCTI, disampaikan oleh Faris Budiman Annas, M.Si dan Mila Falma Masful, M.Si.

Kedua akademisi ini menemukan program infotaiment RCTI cenderung dinilai tidak baik untuk dikonsumsi khalayak karena acara ini melanggar etika.

Terutama pada kasus-kasus rumah tangga selebriti yang menyangkut isu kekerasan. 

Baca Juga: Penonton Televisi Kini Dimanjakan Dengan Program Acara Shoping, Promo Diskon Bertabur Artis dan Hadiah

Diharapkan, program info seputar selebriti tidak hanya mengangkat kisruh rumah tangga tapi juga ada muatan edukasi.

Misalnya menghadirkan pakar yang berpendapat tentang menjaga keharmonisan rumah tangga, dan edukasi kepada penonton terkait kekerasan dalam rumah tangga. 

Namun Faris dan Mila menilai, tontonan seperti sinetron "Si Doel Anak Sekolahan" merupakan program yang sarat akan budaya yang dapat tetap dilestarikan dengan menghadirkan sinetron-sinetron dengan tema dan muatan budaya serupa. ***

 

Editor: Nur Aliem Halvaima


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x