Menurut Ipuk, Festival Gandrung Sewu bukan hanya perhelatan pariwisata, tapi bagian untuk memajukan budaya daerah. Selain unjuk seni, Gandrung Sewu upaya regenerasi pecinta dan pelaku seni Banyuwangi.
Gandrung Sewu, lanjut Ipuk, menjadi sarana untuk menggerakkan modal sosial dan yang paling penting Gandrung Sewu mampu menggeliatkan ekonomi daerah.
Baca Juga: Mendagri Tito: Daerah Lain Bisa Tiru Banyuwangi Soal Inovasi Pelayanan Publik
"Warung dan restoran rakyat ramai diserbu ribuan wisatawan, penginapan penuh, wisatawan belanja oleh-oleh. Dari transformasi, UMKM, dan akomodasi semua bergeliat karena Gandrung Sewu," tuturnya.
Tahun ini, katanya, tema yang diusung Festival Gandrung Sewu adalah "Sumunare Tlatah Blambangan" atau Kilau Bumi Blambangan, sebuah kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan.
Kala itu, kerajaan dilanda wabah, bahkan sang putri raja bernama Dewi Sekardadu terjangkit wabah itu. Tak seorang pun mampu menyembuhkan sang putri hingga datang seorang ulama bernama Syekh Maulana Ishak ke Blambangan.
Baca Juga: Paus Sperma yang Terdampar dan Mati di Banyuwangi Segera Diotopsi
Kedatangan Syekh Maulana Ishak berhasil menyingkirkan wabah dari Blambangan. Kisah inilah yang menjadi fragmen utama dalam Gandrung Sewu kali ini.
Seperti dikutip Antara sejumlah turis asing mengaku terpukau dengan pagelaran yang megah di alam terbuka ini.
Bahkan, seorang wisatawan asal Jerman, Aaric, mengaku sengaja menetap lebih lama di Banyuwangi untuk menonton Festival Gandrung Sewu. Ia mengapresiasi para penari gandrung yang tampik atraktif dan memesona.
Artikel Rekomendasi