Diduga Ingin Biayai Proyek Senjata Nuklir, Banyak Freelancer IT Asal Korut Nyamar Bekerja di Perusahaan AS

17 Mei 2022, 19:30 WIB
Ilustrasi Pekerja IT Korea Utara /BBC

POSJAKUT - Amerika Serikat memberi peringatan bisnis untuk menghindari ketidaksengajaan mempekerjakan staf IT (Teknologi Informasi) dari Korea Utara.

Mengatakan bahwa "freelancer penipu sedang mengambil keuntungan dari sistem WFH (Work From Home) untuk menyembunyikan identitas asli mereka dan mendapatkan uang untuk pemerintah Korea Utara."

Berdasarkan anjuran Departemen Negara dan Keuangan dan FBI, upaya itu dimaksudkan untuk menghindari sanksi AS dan PBB dengan mendatangkan uang untuk program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara.

Baca Juga: Ukraina Tuduh Rusia Merusak Kapal Logistik Angkatan Laut Mereka, Rusia Bantah dengan Bukti Tak Terelakkan!

"Ada ribuan pekerja IT di DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea) yang dikirim ke luar negeri dan berada di dalam DPRK, menghasilkan pendapatan yang dikirim kembali ke pemerintah Korea Utara," kata anjuran tersebut.

“Pekerja IT ini memanfaatkan tuntutan yang ada untuk keterampilan IT tertentu, seperti pengembangan perangkat lunak dan aplikasi seluler, untuk mendapatkan kontrak kerja lepas dari klien di seluruh dunia, termasuk di Amerika Utara, Eropa, dan Asia Timur."

Dilansir dari Reuters, banyak pekerja Korea Utara berpura-pura berasal dari Korea Selatan, Jepang, atau negara-negara Asia lainnya.

Baca Juga: BULOG Pastikan Siap Jamin Stabilitas Harga Kebutuhan Pangan Pasca Libur Lebaran

Hal ini memberi serangkaian sinyal bahaya yang harus diperhatikan oleh pebisnis, termasuk penolakan untuk berpartisipasi dalam panggilan video dan permintaan untuk menerima pembayaran dalam mata uang virtual.

Para pejabat AS mengatakan warga Korea Utara sebagian besar berbasis di China dan Rusia, dengan jumlah yang lebih kecil beroperasi di Afrika dan Asia Tenggara. Sebagian besar uang yang mereka peroleh diambil oleh pemerintah Korea Utara.

Mereka juga mengatakan bahwa perusahaan yang mempekerjakan dan membayar pekerja tersebut dapat mengekspos diri mereka pada konsekuensi hukum atas pelanggaran sanksi.***

Editor: Abdurrauf Said

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler