Begini Tantangan Penerapan Ekonomi Hijau Mulai dari Tak Peduli Sampah hingga Penggunaan Produk Sekali Pakai

21 Maret 2022, 17:45 WIB
Salah satu contoh ekonomi sirkular yang diterapkan BUMDes Bina Mandiri Sejahtera Desa Patrol Kabupaten Indramayu /Dok BUMDes BMS

POSJAKUT  -- Penerapan  ekonomi sirkular yang merupakan bagian dari transformasi ekonomi hijau masih hadapi tantangan.

Salah satunya dalam penanganan dan pengelolaan sampah terutama sampah plastik.

Dalam peta jalan penanganan sampah di Imdonesia ada  peraturan yang harus dipatuhi

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 75 tahun 2019 terkait penanganan sampah.

Baca Juga: Perlu 1.950 Truk Compactor untuk Angkut Sampah yang Diproduksi Warga Jakarta Setiap Sehari  

Diungkap Fungsional Ahli Madya Pedal Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Edward Nixon Pakpahan bahwa, Permen LHK No 75 tahun 2019  wajib diterapkan.

Beleid itu mewajibkan produsen sektor ritel, manufaktur, jasa makanan dan minuman mengurangi produk dan kemasan sampah, termasuk sampah plastik.

Sayangnya peraturan itu belum ditimdaklanjuti maksimal.

Padahal jelas berdasar aturan itu produsen harus mengurangi produk dan kemasan plastik sekali pakai.

Sebagai gantinya beralihlah pada produk yang dapat diguna ulang.

Penggunaan plastik sekali pakai harus diakhiri karena sangat memengaruhi perilaku masyarakat terkait penanganan sampah.

Baca Juga: Ribuan Kubik Sampah Pantai Kalibaru Jakarta Utara, Diangkut ke Bantargebang Kota Bekasi

Menurutnya, tantangan penanganan sampah, salah satunya berasal dari aspek sosial kultural.

Diketahui faktanya, 72% masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap penanganan sampah.

Sementara itu,  pemerintah sendiri telah menetapkan target yang jelas pada 2030, yakni tidak ada lagi TPA di daerah-daerah.

Lalu ada pembatasan masif plastik sekali pakai, dan perubahan perilaku masyarakat yang didasarkan pada kesadaran gaya hidup minim sampah.

Untuk mendukung hal ini, sejak tahun lalu, produsen diharapkan menyampaikan perencanaan terkait penanganan sampah.

Baca Juga: HPSN 2022: Pemprov DKI Gelar Festival Jakarta Sadar Sampah di TPST Bantargebang, Hadirkan 11 Kolaborator

Ia menambahkan sudah ada korporasi yang menyampaikan rencana timbulan sampahnya hingga 2029.

"Penanganan sampah adalah komitmen bersama, dimulai dari kurangi sampah, gunakan produk guna ulang,” tegas dia.

Menurut Edward, masyarakat yang tak peduli sampah cenderung menggunakan sampah plastik sekali pakai sesuai gaya hidup masa kini.

Sedianya penerapan Permen LHK tadi bisa mengurangi prosentase masyarakat yang tak peduli terhadap sampah tadi.

Permen LHK itu, kata Edward, menjadi upaya   mewujudkan komitmen ekonomi hijau Indonesia untuk mengurangi sampah hingga 30% pada 2029.

Baca Juga: HPSN 2022: Gerakan Kelola Sampah Selama Tiga Pekan, Wujud Tanggungjawab Pribadi Pada Lingkungan

Sehingga, kata Edward Nixon,  para produsen diwajibkan   mengurangi produk sampah. Utamakan kemasan yang bisa diguna ulang.

“Gunakan produk daur ulang baru kemudian yang bisa diolah kembali. Tindakan mengurangi sampah diharapkan diawali dari produsen,” ujar dia dalam webinar belum lama ini di Jakarta.

Kemudian juga menanggapi wacana yang mendorong penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai ketimbang galon guna ulang.

Menurut dia, AMDK galon sekali pakai bertentangan dengan prioritas penanganan sampah sebagaimana dalam Permen LHK 75/2019 itu.

AMDK galon sekali pakai, hanya akan menjadi sampah.

Hal itu bertentangan dengan prioritas utama mengurangi sampah, bukan mengelola sampah.

Baca Juga: Camat Cilincing Ajak Tokoh Masyarakat Kampung Nelayan Kali Baru Cari Solusi Soal Pembuangan Sampah

"Kami tidak mendukung yang sekali pakai, usahakan yang bisa diguna ulang. Kami berharap produsen bisa sejalan dengan roadmap ini supaya tidak perlu ada sanksi atau tindakan keras untuk melarang,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar FE Universitas Padjadjaran Martha Fani Cahyandito mengatakan, ekonomi hijau harusnya digerakkan oleh komunitas dan masyarakat.

Dan penggunaan AMDK galon sekali pakai justru mendukung masyarakat dengan perilaku sekali pakai lalu dibuang.

Hal itu dinilainya tidak sejalan dengan ekonomi sirkular yang menjadi landasan utama implementasi ekonomi hijau.

Dari perspektif ekonomi, kata Martha, justru merugikan karena AMDK galon sekali pakai tidak memberikan manfaat berlanjut bagi ekonomi.

Sedangkan dari perspektif sosial dan lingkungan, perilaku sekali pakai dan buang ini bakal merugikan masa depan masyarakat.

Itu sama dengan  mendukung perilaku hedonis dan merusak lingkungan.*** 

Editor: Fenty Ruchyat

Tags

Terkini

Terpopuler