TAUSIYAH : Bermaksiat Dikala Sepi (2)

- 31 Oktober 2022, 09:30 WIB
ILUSTRASI:  Bermedia sosial juga harus mempertimbangkan mana yang sehat dan mana yang negatif.
ILUSTRASI: Bermedia sosial juga harus mempertimbangkan mana yang sehat dan mana yang negatif. /Foto : Nur Aliem Halvaima - PosJakut/

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

BERMAKSIAT DIKALA SEPI (2)

POSJAKUT - Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya". 

"Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi." (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)

 

Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan "Termasuk dosa besar adalah dosa yang dilakukan oleh orang yang menampakkan keshalihan, lantas ia menerjang larangan Allah. Walau dosa yang diterjang adalah dosa kecil dan dilakukan di kesepian". 

Ada hadits dari Ibnu Majah dengan sanad berisi perawi tsiqah (kredibel) dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, 

“Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan …” Karena kebiasaan orang shalih adalah menampakkan lahiriyah.

Baca Juga: TAUSIYAH : Jangan Menjadi Muhajir

"Kalau maksiat dilakukan oleh orang shalih walaupun sembunyi-sembunyi, tentu mudharatnya besar dan akan mengelabui kaum muslimin". 

"Maksiat yang orang shalih terjang tersebut adalah tanda hilangnya ketakwaan dan rasa takutnya pada Allah.”

Kedua: Yang dimaksud dalam hadits Tsauban dengan bersendirian dalam maksiat pada Allah tidak berarti maksiat tersebut dilakukan di rumah seorang diri, tanpa ada yang melihat. 

Bahkan boleh jadi maksiat tersebut dilakukan dengan jama'ahnya atau orang yang setipe dengannya.

Baca Juga: TAUSIYAH : Sabar adalah Kenikmatan

Yang dimaksud dalam hadits bukanlah melakukan maksiat sembunyi-sembunyi. Namun ketika ada kesempatan baginya untuk bermaksiat, ia menerjangnya. 

Ketiga: Makna hadits Tsauban adalah bagi orang yang menghalalkan dosa atau menganggap remeh dosa tersebut.

Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi berkata, ada orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi namun penuh penyesalan. 

Orang tersebut bukanlah orang yang merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena asalnya orang semacam itu mengagungkan syari'at Allah. Namun ia terkalahkan dengan syahwatnya. 

Adapun yang bermaksiat lainnya, ia melakukan maksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh dosa). Itulah yang membuat amalannya terhapus (selesai).

WaLLAAHUa'lam.***

 

 

Editor: Nur Aliem Halvaima

Sumber: Fatamorgana Djufri Tambora


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x