KISAH MISTERI: Kegaiban Hukum Tuhan (1)

18 Oktober 2022, 20:30 WIB
KISAH MISTERI: Kegaiban Hukum Tuhan (1). /portalsulut.pikiran-rakyat.com/

KISAH MISTERI: Kegaiban Hukum Tuhan.                                                        MANUSIA-lah yang selalu bersifat gelisah. Telah kodratnya dijadikan demikian. Ada kalanya ia hidup di tempat ramai, ada kalanya pula ia ingin hidup di tempat sunyi. Tapi ada juga yang sebaliknya, hidup di tempat sunyi, juga menempuh penghidupan ramai.

Dalam keadaan miskin dan papa, manusia juga gelisah. Sampai kepada mereka yang kaya raya juga sifat itu akan selalu demikian, sungguh pun dengan corak dan warna yang berbeda.
—–--------------------

Karya Mpu Wesi Geni

SEJAK umur tujuh belas tahun Surata lumpuh. Kedua orangtuanya, Bunyamin dan Safiah bagai tertimpa bala sangat berat. Bagaimana tidak? Anak satu-satunya keadaannya demikian.

Ada yang mengatakan penyakit lumpuh Surata karena sangat dimanja di waktu kecil. Otot-otot kakinya tidak banyak digunakan karena selalu digendong dan dipangku oleh pembantu rumah andai pun sebenarnya ketika itu Surata sudah mampu berjalan cepat.

‘’Apa dosa kita Pak?’’ Keluh Safiah. ‘’Tengoklah, anak kita jadi demikian. Mengapa anak-anak orang lain yang lebih susah tidak berkeadaan seperti ini?’’

‘’Biarlah , Fiah!’’ Bunyamin menyabarkan isterinya yang sesungguhnya juga menyabarkan diri sendiri. ’’Kita usahakan mengobatinya sampai ke mana sekali pun.’’

Selama Surata lumpuh ia disayangi seperti boneka terbuat dari emas. Sedikit saja ia menangis, Suginemlah yang kena hardik dan omelan. Seekor lalat yang hinggap di hidung Surata dapat menyebabkan ia berteriak seperti ditanduk kambing.

‘’Kau apakan dia Nem?’’ Hardik Safiah sambil berlari-lari menuju kamar Surata yang terduduk kaku.

‘’Tidak ada apa-apa , bu’’ jawab Ginem ketakutan.

‘’Kok tangisnya seperti kena pukul?’’ Bantah Safiah kembali, dan membarut-barut kepala anaknya, membujuk-bujuk. ‘’Kenapa nak? Diapakan kau oleh si Ginem gila itu?’’

-Baca Juga: Film Horor Pilihan FFWI 2022, Sekali Lagi tentang KKN di Desa Penari: Sinopsis

Surata menunjuk kepada Ginem. Tunjukan itu tanpa arti. Sekadar ia melepaskan kekesalan kepada diri sendiri. Surata menjadi puas bila ibunya telah memarahi Ginem habis-habisan.

Dalam pemeriksaan ahli penyakit lumpuh, tidak nampak suatu apa pun yang salah dalam jalinan otot Surata.

Kini ia telah berumur delapan belas tahun. Guru yang mengajar , terpaksa dipesankan dan digaji setiap bulannya oleh Bunyamin yang terkenal kaya di wilayah Sukabumi.

Adakalanya, orang yang membicarakan orang kaya seperti Bunyamin menebak-nebak bahwa Bunyamin mungkin mempunyai dosa besar dahulunya. Kini dosa itu ditebus oleh anaknya.

Ada pula yang mengatakan, mungkin dahulu Bunyamin kena penyakit kotor perempuan, yang kini membuat turunannya cacat.

Manusia tidak cukup ahli untuk menerka-nerka bagaimanakah Tuhan menunjukkan kebijaksanaannya. Dan manusia-manusialah yang selalu menduga-duga yang buruk tentang apa yang ditakdirkan Tuhan.

-Baca Juga: Sinopsis Ivanna, Dendam Wanita Kepala Buntung, Film Horor Pilihan FFWI 2022

Seperti juga sebahagian besar manusia, yang telah berusaha keras di dalam hidup ini tetapi tidak mempunyai kemajuan seperti yang diharapkannya, dan biasannya, manusia akan menuju kepada usaha memperbaiki nasibnya dengan bantuan gaib atau mistik.

Telah lama Bunyamin mendengar ada perguruan silat Seribu Jurus Naga di Gunung Walad. Kabarnya perguruan itu dapat menyembuhkan segala macam penyakit di luar kemampuan dokter biasa.

Yang anehnya, cara pengobatannya cukup dengan mempelajari jurus-jurus silat naga, yang kemudian diteruskan dengan jurus pengobatan.

Yang lebih aneh lagi, seseorang baru memperoleh kemungkinan sembuh dari penyakitnya bila dalam latihan berat yang pertama sekali ia dapat muntah atau buang air besar yang banyak sekali, seperti di luar kemauannya sendiri.

‘’Percayakah bapak akan pengobatan demikian?’’ Tanya Safiah.

‘’Adakalanya banyak juga yang harus dipercaya, bahkan terkadang penyakit dokter sendiri diobati oleh dukun," kata Bunyamin, sambil berpikir-pikir dan mematikan puntung rokoknya.

Perguruan silat itu terletak di punggung Gunung Walad,yang seperti seperdua punggung kuda raksasa yang sebagian lainnya terbenam ke dalam bumi. Ke sinilah Surata dibawa dengan memakai tandu.

Sebahagian badannya diikatkan dengan tandu. Sebab itu suara Surata memekik-mekik ketika berada pada pendakian yang curam. Tidak ada jalan lain yang lebih baik dari pada membawanya demikian, kecuali jika dengan helikopter.

Pak Koko telah bersedia-sedia menyambut orang terhormat, Bunyamin dan keluarganya itu. Penyambutan yang sederhana di rumah di atas gunung, dengan peralatan serba sederhana pula.

-Baca Juga: Satu Lagi Film Horor Pilihan FFWI 2022, Pocong Mumun Membawa Petaka, Begini Sinopsisnya

Di halaman rumah terbentang sebuah lapangan belajar silat, yang tanahnya agak merah dan kusut, bekas dipergunakan setiap hari.

Ketika Surata sampai dengan tandu, seorang anak laki-laki berumur sebelas tahun, sedang berguling-guling di tanah, seperti badannya laksana pohon pisang yang bergulingan dari atas bukit.

Suatu pemandangan aneh menurut penglihatan Surata dari atas tandu, anak laki-laki berpakaian kumal bergulingan di tanah. Tentu akan kena penyakit kudis, dan eksim.

Karena tanah tidak selalu bersih. Sementara telapak kaki Surata sendiri bersih laksana telapak tangan, tidak pernah menyentuh tanah.

‘’Pak Kokoh,’’ ujar Bunyamin, ‘’terimalah anakku di sini! Aku hanya bermohon, agar anakku bisa sembuh, dengan jalan apa pun.’’

‘’Itu semuanya permohonan kepada Tuhan, pak Yamin,’’ jawab Kokoh dengan sedikit rasa bangga. “Karena Dia yang lebih bijaksana.’’

Kemudian pak Kokoh meminta kepada salah seorang pengajar silat, perempuan berusia dua puluh tahunan, yang pandai bermeditasi dengan alam gaib.

Sejenak pembantu guru silat muda itu bersila, dan memejamkan matanya di atas tikar. Sedang Bunyamin dan Safiah nampaknya canggung untuk bersila di atas lantai. Karena kaki mereka nyaris tak pernah dibawa patah bersila, selain selalu terjuntai di atas kursi.

Ketika guru silat muda itu membuka matanya, ia menggeleng-geleng, kemudian berkata, ‘’Asal saja cukup kesabaran dan kerendahan hati, tentu akan berhasil.’’

‘’Di antara seluruh syarat, sabar itulah yang paling sulit,’’ balas Pak Kokoh.

‘’ Seperti pak Yamin lihat sendiri, tempat di sini terpencil di atas gunung. Berlainan sekali mungkin dengan rumah sendiri yang serba lengkap dan serba terlayani. Mungkin Surata tidak sabar mencocokkan diri dengan suasana di sini!’’

‘’Aha…tidak pak Kokoh,’’ balas Bunyamin. ‘’Saya akan menguasai anak saya, agar ia teguh menghadapi segala kesulitan sekiranya pun terjadi.’’ (Bagian 1 dari 3 tulisan / bersambung).***

Editor: Ramli Amin

Sumber: Majalah Misteri

Tags

Terkini

Terpopuler