Penghindaran Pajak Rugikan Negara Rp68,7 Triliun, Bisa Untuk Gaji 1,09 Juta Tenaga Medis

- 8 Desember 2021, 07:00 WIB
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani saat opening ceremony Presidensi G20
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani saat opening ceremony Presidensi G20 /kemenkeu.go.id

POSJAKUT -- Praktik penghindaran pajak di Indonesia menyebabkan kebocoran penerimaan negara.

Hal itu didasarkan atas laporan Tax Justice Network bertajuk The State of Tax Justice 2020: Tax Justice in the time of Covid-19 yang dikutip POSJAKUT, Rabu 8 Desember 2021.

Menurut laporan yang dilansir laman resmi kemenkeu.go.id, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$4,86 miliar per tahun atau senilai dengan Rp68,7 triliun akibat praktik penghindaran pajak.

Sebagian besar praktik penghindaran pajak dilakukan oleh perusahaan dengan jumlah kerugian diperkirakan US$4,78 miliar atau Rp67,6 triliun.

Baca Juga: Tim SAR Gabungan Prioritaskan Pencarian 22 Korban Hilang Pasca Erupsi Gunung Semeru

Skema yang biasanya dilakukan oleh wajib pajak badan tersebut  adalah mengalihkan laba ke negara yang dianggap sebagai surga pajak. Sehingga, perusahaan tidak melaporkan nilai laba yang sesungguhnya dari negara asal dan berujung membayar pajak dengan nilai yang lebih kecil dari seharusnya.

Adapun kerugian yang disebabkan oleh wajib pajak orang pribadi diperkirakan mencapai US$78,83 juta atau setara Rp1,1 triliun. Skema yang biasanya dilakukan oleh masyarakat kelas atas adalah menyembunyikan aset dan pendapatan di luar negeri.

Masih menurut laporan tersebut, nilai kerugian total sebesar Rp68,7 triliun tersebut seharusnya dapat digunakan untuk menggaji 1,09 juta tenaga medis.

Apabila disandingkan dengan realisasi penerimaan pajak di tahun 2020 sebesar Rp1.069,98 triliun, nilai ini setara dengan 6,42 persen total penerimaan pajak.

Baca Juga: Pasca Erupsi, Badan Geologi Perbarui Peta KRB dan Siapkan Teknologi Hitung Volume Material Puncak Semeru

Praktik penghindaran pajak terjadi secara global. Di Asia sendiri, nilai kerugian pajak diperkirakan mencapai US$73,37 miliar per tahun. Bila dibandingkan negara Asia lainnya, Indonesia berada di posisi keempat setelah China, India, dan Jepang.

Tak hanya menjadi korban, Indonesia juga dianggap berperan dalam praktik penghindaran pajak yang menyebabkan kerugian penerimaan negara lain sebesar US$1,41 miliar.

Peran Indonesia dalam penghindaran pajak global diperkirakan mencapai 0,33 persen. Ini adalah masalah yang serius sebab pajak mempunyai peran yang vital dalam membiayai upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi negara.

Untuk mencegah dan menanggulanginya, kapasitas otoritas pajak di Indonesia harus ditingkatkan. Dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat dari ketentuan yang telah diatur sebelumnya untuk mewujudkan hal tersebut.

Baca Juga: Airlangga Hartanto Minta Pelaku UMKM Perempuan Manfaatkan Teknologi Digital

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu memberikan penegasan terkait transaksi atau skema artifisial yang tidak sejalan dengan prinsip substance over form.

Hal ini termaktub dalam Penjelasan Pasal 18 UU HPP yang berbunyi Pemerintah berwenang mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut UU HPP membuat sistem perpajakan memiliki tata kelola makin baik, berkeadilan, dan berkepastian hukum. Menkeu menilai UU HPP mampu meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak.

“Kita mengharapkan sistem pajak menjadi makin efisien, netral, fleksibel, efektif, dan adil, dan memberikan kepastian, serta kesederhanaan bagi perekonomian, terutama para pembayar pajak, dan memiliki prediktabilitas atau stabilitas,” kata Menkeu.***

 

Editor: Fenty Ruchyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x