Praktik penghindaran pajak terjadi secara global. Di Asia sendiri, nilai kerugian pajak diperkirakan mencapai US$73,37 miliar per tahun. Bila dibandingkan negara Asia lainnya, Indonesia berada di posisi keempat setelah China, India, dan Jepang.
Tak hanya menjadi korban, Indonesia juga dianggap berperan dalam praktik penghindaran pajak yang menyebabkan kerugian penerimaan negara lain sebesar US$1,41 miliar.
Peran Indonesia dalam penghindaran pajak global diperkirakan mencapai 0,33 persen. Ini adalah masalah yang serius sebab pajak mempunyai peran yang vital dalam membiayai upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi negara.
Untuk mencegah dan menanggulanginya, kapasitas otoritas pajak di Indonesia harus ditingkatkan. Dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat dari ketentuan yang telah diatur sebelumnya untuk mewujudkan hal tersebut.
Baca Juga: Airlangga Hartanto Minta Pelaku UMKM Perempuan Manfaatkan Teknologi Digital
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu memberikan penegasan terkait transaksi atau skema artifisial yang tidak sejalan dengan prinsip substance over form.
Hal ini termaktub dalam Penjelasan Pasal 18 UU HPP yang berbunyi Pemerintah berwenang mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut UU HPP membuat sistem perpajakan memiliki tata kelola makin baik, berkeadilan, dan berkepastian hukum. Menkeu menilai UU HPP mampu meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak.
“Kita mengharapkan sistem pajak menjadi makin efisien, netral, fleksibel, efektif, dan adil, dan memberikan kepastian, serta kesederhanaan bagi perekonomian, terutama para pembayar pajak, dan memiliki prediktabilitas atau stabilitas,” kata Menkeu.***
Artikel Rekomendasi