ASEAN Akan Beralih ke Perdagangan Tenaga Listrik Multilateral, Pakar: Masih Sangat Dini

1 Juni 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi pembangkit listrik. Sebutkan Sumber Energi yang Dimanfaatkan Sebagai Pembangkit Listrik? Kunci Jawaban IPA Tema 9 Kelas 4 SD.* /

POSJAKUT – APG (ASEAN Power Grid) merupakan inisiatif negara-negara ASEAN untuk membangun interkoneksi tenaga listrik di Asia Tenggara yang telah terjalin sejak tahun 1997.

APG bertujuan untuk menjamin ketersediaan listrik secara berkesinambungan lewat perdagangan tenaga listrik (electricity trade) antar sesama negara ASEAN.

Model perdagangan tenaga listrik ini berlangsung secara bilateral, seperti misalnya ekspor tenaga listrik searah (unidirectional) Laos ke Thailand, atau dua arah sesama eksportir (bidirectional) Laos dengan Vietnam.

Baca Juga: Girl Grup K-Pop aespa Rilis Video Musik Illusion Jelang Peluncuran Mini Album Bulan Juli

November 2020 lalu, APAEC (ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation) 2016-2025 memasuki fase kedua dengan ambisi baru untuk beralih dari perdagangan tenaga listrik bilateral ke multilateral.

APAEC merupakan perencanaan kerangka kerja implementasi sektor energi Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) untuk mencapai jaminan ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi di Asia Tenggara 2025.

Rencana peralihan model perdagangan tenaga listrik tersebut mendapat kritik dari banyak pakar ekonomi dan politik.

Riset dari Australian National University Zero-Carbon Energy for the Asia-Pacific Grand Challenge mengatakan bahwa rencana itu "masih terlalu dini untuk ASEAN beralih terlalu ambisius ke perdagangan tenaga listrik lintas-batas multilateral."

Sebagai alternatifnya, peneliti kebijakan publik Thang Nam Do di Asia & The Pacific Policy Society menawarkan solusi lain yang mana 'menurutnya' ASEAN harus fokus pada perdagangan tenaga listrik lintas-batas bilateral saja.

Baca Juga: Konsultan Keselamatan Formula E Sebut JIEC Ancol Mampu Atasi Cuaca Ekstrem Saat Balapan Berlangsung

Dia mengatakan bahwasanya "pendekatan bilateral lewat PPA (power purchase agreement) memiliki sejumlah kelebihan, termasuk persyaratan yang lebih sedikit untuk harmonisasi teknis dan institusional."

Dia juga menambahkan bahwa PPA atau perjanjian pembelian tenaga listrik sangat cocok untuk Indonesia—dan itu pilihan yang tepat—karena struktur pasar tenaga listrik yang sesuai dan negosiasi bilateral yang lebih cepat dan mudah.

PPA telah ditandatangani Indonesia sejak tahun 2008 oleh mantan Direktur Utama PT. PLN Eddie Widiono.

Sementara itu, Laos sebagai eksportir tenaga listrik terbesar di Asia Tenggara menjadi satu-satunya yang menjalankan kebijakan perdagangan tenaga listrik multilateral. Laos mengekspor listriknya ke Malaysia melalui Thailand.

Permasalahan interkoneksi energi listrik semakin rumit dan membutukan solusi-solusi baru yang lain, ditambah dengan Konferensi Perubahan Iklim (COP26) pada November 2021 lalu.

Konferensi tersebut mendorong negara-negara Asia Tenggara, salah satunya Indonesia, untuk mengekang ketergantungan terhadap pembangkit listrik tenaga batu bara.***

 

Editor: Abdurrauf Said

Tags

Terkini

Terpopuler