Setelah Berkali-kali Parlemen Gagal Membentuk Pemerintahan, Akhirnya Irak Punya Presiden dan PM Baru

14 Oktober 2022, 12:35 WIB
Setelah terpilih sebagai Presiden Irak, Abdul Latif Rashid langsung menunjuk Mohammed Shia al-Sudani sebagai Perdana Menteri /NY Times

POSJAKUT -- Parlemen Irak pada Kamis akhirnya sepakat memilih politisi Kurdi Abdul Latif Rashid sebagai presiden yang sekaligus mengakhiri kebuntuan yang berlangsung sejak pemilihan nasional pada Oktober tahun lalu. 

Setelah terpilih sebagai presiden, Rashid langsung menunjuk Mohammed Shia al-Sudani sebagai perdana menteri.

Reuter memberitakan jabatan presiden, biasanya memang dipegang oleh sosok dari kalangan Kurdi, dan pada dasarnya lebih merupakan posisi yang bersifat seremonial.

Baca Juga: Gagal Lolos Piala Dunia Qatar, Ukraina Gabung Spanyol dan Portugal Tawaran untuk Piala Dunia 2030

Rashid (78 tahun) yang terpilih sebagai presiden Irak  sebelumnya menjabat menteri sumber daya air Irak selama periode 2003-2010.

Pemilihan abdil Latif Rashid merupakan langkah utama menuju pembentukan pemerintah baru, yang sejak tahun lalu tidak berhasil diwujudkan oleh para politisi. 

Pertikaian yang berkepanjangan di Irak antara kelompok Syiah dan kelompok Kurdi terus menjadi batu sandungan pembentukan pemerintah Irak yang baru selama hampir tahun ini.

Baca Juga: Apa Setelah Referendum di Ukraina? Menunggu Deklarasi Putin

Reuter menyebutkan insinyur lulusan Inggris itu menang atas mantan Presiden Barham Salih, yang berupaya terpilih untuk periode kedua.

Sementara itu Sudani (52 tahun), yang ditunjuk sebagai PM diketahui pernah menjabat menteri hak asasi manusia Irak, juga menteri tenaga kerja dan menteri sosial.

Sudani sekarang punya waktu 30 hari untuk membentuk kabinet dan menyampaikan susunannya kepada parlemen untuk mendapatkan persetujuan.

Baca Juga: Robert Lewandowski Janji Kenakan Ban Kapten Shevchenko Ukraina di Piala Dunia. Ini Alasan Penyerang Barcelona

Presiden Irak adalah kepala Negara Irak. Pada 1958-2003 seorang presiden tampil sebagai kepala pemerintahan, tetapi sejak 2005 posisi itu diserahkan kepada Perdana Menteri Irak. Irak menjadi sebuah negara republik setelah jatuhnya kekuasaan monarkhi pada 1958.

Seperti diketahui, silang pendapat telah menghambat reformasi di Negera 1001 malam tersebut. Lebih dari sembilan bulan sejak pemilu Oktober 2021, anggota parlemen yang ditugaskan untuk memilih presiden dan perdana menteri tak pernah mencapai kesepakatan.

Irak mencatat rekor 290 hari tanpa kepala negara atau kabinet. Kebuntuan terpanjang di tubuh pemerintahan pernah pula terjadi pada 2010. Ketika itu, Irak selama 289 hari tanpa pemerintahan hingga akhirnya PM Nouri al-Maliki mendapat masa jabatan periode kedua.

Terpilihnya Rasyid secara otomoatis menggantikan pemerintahan dibawah PM Irak Mustafa al-Kadhimi.  Kelumpuhan telah membuat Irak tanpa anggaran untuk 2022. Walhasil, pengucuran biaya pengeluaran untuk prioritas proyek-proyek infrastruktur serta reformasi ekonomi, tertunda. ***

Editor: Maghfur Ghazali

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler