KISAH MISTERI:Kegaiban Hukum Tuhan(3)

- 23 Oktober 2022, 11:30 WIB
Kisah misteri: kegaiban hukum tuhan bagian - 3 . Foto: Illustrasi. /portalsulut.pikiran-rakyat.com/
Kisah misteri: kegaiban hukum tuhan bagian - 3 . Foto: Illustrasi. /portalsulut.pikiran-rakyat.com/ /

KISAH MISTERI: Kegaiban Hukum Tuhan(3)

Karya Mpu Wesi Geni

MUNGKIN ada juga manusia sejenis Surata ini, yang dikatakan orang: menolong dia itu sama saja seperti kita melepaskan anjing terjepit. Setelah yang ditolong lepas dari kesulitan, ia akan mendendam kepada orang yang melepaskannya itu.

Setidaknya ia akan berkata, kalau sejak lama orang menunjukkan cara demikian, tentu ia telah lama pula sembuh. Dan templak suara Surata di dalam hati pun semakin jauh. ‘’Kan aku sendiri bisa melakukannya di rumah?’’

Dua bulan kemudian Surata telah sembuh secara total. Walau ia belum bisa berjalan cepat, tapi ia telah dapat menyusul kedatangan orangtuanya yang naik ke gunung Walad.

‘’Sebenarnya, mereka telah menyakitiku Pak,’’rutuk Surata kepada Bunyamin.

‘’Tetapi nyatanya kau telah berangkat sembuh nak,’’ balas ibunya, Safiah, membelai punggung Surata yang berdiri goyah.

‘’Tetapi bayarannya, adalah perasaanku yang terhina lebih dari keuntungan aku sembuh dari penyakit ini,’’ tukas Surata lagi, sambil menceritakan bahwa, jika ia ke kamar mandi tak seorang pun yang mengantarnya.

Demikian juga jika ia mandi, sedang dinding bak air yang tinggi tak tercapai oleh dirinya yang terduduk lumpuh, tak seorang pun menolongnya. Sampai kepada ketika akan kencing di tengah malam pun, tak seorang yang mengantar.

-Baca Juga: KISAH MISTERI: Kegaiban Hukum Tuhan (1)

Makan yang diberikan di atas piring kaleng. Dan pernah dirinya dibiarkan berembun semalaman di tengah lapangan silat.
Semua kekesalan hatinya seperti ditumpahkan Surata kepada kedua orangtuanya.

Bunyamin sebetulnya tak perlu tersinggung atas perlakuan seluruh anak perguruan termasuk Pak Kokoh, karena apa-apa yang diceritakan Surata itu adalah sebagai suatu sarana untuk menimbulkan kepercayaan kepada dirinya sendiri kembali, dan oleh Surata sendiri.

Tetapi Bunyamin terlanjur mengasihani anaknya secara membabi buta. Mungkin karena Surata anak satu-satunya.
‘’Yang teramat penting, kan anak Pak Yamin telah maju kepercayaannya kepada diri sendiri,”

“Dan kami sedikit pun tak bermaksud menghinanya, selain dengan menyembuhkan melalui dirinya sendiri, dan bermohon kepada Tuhan,’’ kata Pak Kokok kepada Bunyamin.

‘’Bukankah tidak ada orang lain di sini yang akan memfitnahkan, bahwa anak Bapak telah terhina, karena diperlakukan tidak seperti di rumah Bapak, yang serba penuh dengan layanan yang hebat dan sempurna, sehingga Surata bagaikan patung yang tidak bergerak yang selalu disuguhi apa maunya saja?’’ Demikian Pak Kokoh menyampaikan pendapatnya.

‘’Aku tidak meminum obat apa pun selama di sini. Dan aku tidak merasa, bahwa merekalah yang menyembuhkan aku!’’ Bentak Surata, di samping ayahnya. Safiah hanya berusaha menyabarkan hati anaknya.

‘’Tapi nyatanya, kau sembuh Surata,’’ balas Bunyamin.

                                                          ***

Rasa kurang bahagia anaknya itu mendatangkan juga rasa kurang bahagia pada diri Bunyamin dan Safiah, walau kenyataan anak mereka telah sembuh. Bunyamin memandang kehidupan yang derajatnya rendah pada Pak Kokoh yang tinggal di gubuk Gunung Walad.

Kalau orangtua itu memang mempunyai kelebihan, mengapa ia tidak dapat hidup seperti orang kaya di kota? Dengan kenyataan dapat menyembuhkan orang yang berpenyakit, seperti anaknya sekarang ini?

-Baca Juga: Sinopsis Kuntilanak 3, Kekuatan Seorang Anak Mengusir Hantu, Film Horor Pilihan FFWI 2022

Bermacam-macam lagi bisikan hati dipenuhi setan yang merayap ke dada Bunyamin, sehingga ia menuduh, mungkin secara kebetulan saja anaknya sembuh di tempat Pak Kokoh. Tidak ada kodrat gaib apa pun yang menyembuhkan Surata.

Walau pun Pak Kokoh tidak menopangkan harapan, agar Bunyamin meninggalkan sedikit penghargaan di pondok itu, sebagai tanda terima kasih karena anaknya sembuh, tapi kenyataan memang menjadi sangat tidak patut.

Ternyata Bunyamin, Safiah dan anaknya pergi begitu saja. Pergi tanpa perlu mengingat berapa juta rupiah uang yang telah mereka habiskan dulu guna mengobati anaknya kepada spesialis-spesialis lain.

Murid-murid dan pelatih silat jurus pengobatan pun menjadi heran dengan kejadian demikian. Lebih heran lagi, karena mereka melihat Pak Kokoh hanya tersenyum, sambil mempergesekkan kedua telapak tangannya.

‘’Inilah pasien dan hamba Allah yang paling tidak berterima kasih. Biarlah tidak kepada kita, tetapi kepada Tuhan ia harus membayarkan sesuatu,” ujar Pak Kokoh.

“Walau pun tidak berupa materi, setidaknya amalan, sebagai pernyataan tobat, dan menghargai kasih sayang Allah!’’

Biasanya, kalau pelatih silat atau muridnya sering mengungkit-ungkit yang demikian, kenyataan seperti yang diperlihatkan keluarga Bunyamin, Pak Kokoh marah.

Ia mengatakan, sesuatu kejadian yang menimpa diri orang lain dan yang menimpa diri kita sendiri, pasti ada hikmahnya di sisi Tuhan.

Seharusnya Surata dilengkapi dengan amalan ibadah yang harus dilakukannya, agar penyakitnya benar-benar sembuh menurut keridhaan Tuhan.

Tetapi, memang hanya orang bijaksana dan mengerti akan ilmu Allah lah yang dapat memahami qadha dan qadar yang turun dari Allah itu.

Kabarnya di kota tempat tinggal orangtuanya, Surata telah belajar naik sepeda. Kemudian naik motor.

Kini dengan mengenakan pakaian yang gagah seperti pemuda-pemuda belasan tahun anak orang kaya lainnya, Surata menikmati kebebasannya.Sebagaimana biasa di kalangan pemuda seusia dia, dunia seperti mereka yang punya.

-Baca Juga: Sinopsis 'Black Adam' yang Akan Tayang Pekan Depan, Begini Aksi Seru Superhero DC Comics Hadapi Dunia

Sementara Pak Kokoh hanya dapat berdoa dari jauh, semoga Tuhan akan menurunkan petunjuk kepada orang yang dikasihani-NYA.

Tidak sampai tiga bulan kemudian, terjadilah hal yang menggemparkan itu. Terjadi onar besar dan membuat malu keluarga. Ginem pembantu rumah tangga Bunyamin hamil tiga bulan.

Ginem pun dianiaya oleh Bunyamin sekeluarga, ketika ia mengakui Suratalah yang memaksanya berbuat demikian.

Bunyamin ingin mengarahkan dosa itu kepada orang lain, dengan menyelamatkan anaknya yang baru sembuh dari lumpuh.

Ginem dibawa ke seorang dukun perempuan, untuk menggugurkan kandungannya. Namun malang sekali, hal tersebut justru membawa nyawa Ginem sendiri menghadap Sang Khaliq.

Untung saja Bunyamin mempunyai banyak uang untuk mengatasi akibat penyelewengan hukum yang harus diterimanya. Dan yang menyebabkan juga Surata selamat dari tanggungjawab memikul kesalahan di depan pengadilan.

Tetapi, ada kalanya Allah mengambil nikmat yang telah dilimpahkan-NYA kepada hamba-NYA, sekiranya nikmat itu tak pernah diiringi perasaan bersyukur kepada-NYA.

Pada suatu pagi, Surata memekik-mekik kembali, karena ia sudah tak bisa berdiri lagi, seperti ketika ia sembuh dahulu. Allah telah menarik kembali nikmat yang telah dilimpahkanNya kepada Surata dan keluarga orangtuanya.

Karena itu, sepatutnyalah manusia berlaku seperti Nabi Ayub, yang dalam kesulitan sekalipun, tetaplah percaya kepada kebijaksanaan Allah mengatur makhluk dan alam ini. (Ikuti terus kisah selanjutnya/ex3714/ra )***

 

 

Editor: Ramli Amin


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x