Baca Juga: ACARA TV PILIHAN: Indosiar Menampilkan Live BRI Liga I, Ada Juga Mega Film Asia: Bulletproof Monk
Inti utama dokumenter ini, lanjut Chike, bukan soal Kanye, melainkan tentang kisah meraih impian dan mewujudkannya sambil menaruh kepercayaan terhadap kuasa Tuhan.
Kerja keras pasti dibutuhkan, tapi jika usaha dilakukan terus menerus, suatu saat kesuksesan akan ada di tangan.
Generasi saat ini tak banyak tahu tentang hubungan antara Coodie dan Kanye, mayoritas hanya mengetahui Kanye sebagai rapper terkenal yang juga miliuner.
"Tapi ketika kami memulai film ini, Kanye bukan miliuner. Jadi melihat perkembangan itu, sangat membuat kita berdaya. Ini suatu pengalaman luar biasa," kata Coodie.
Film ini memberikan pelajaran sejarah tentang hip-hop di Chicago pada akhir 90-an.
Suara dan tone sangat berbeda. Karena dokumenter ini dibuat dalam waktu panjang, penonton bisa melihat perkembangan dua atau tiga generasi hip-hop sejak akhir 90-an.
Penonton bakal melihat bagaimana musiknya berevolusi, bagaimana bahasa film berubah.
Pada awal film, Coodie merekam dengan kamera VHS dan berkembang menjadi digital. "Sepanjang 21 tahun, kau bisa melihat pertumbuhan banyak aspek."
Coodie berpendapat, Kanye tidak banyak berubah sejak mereka pertama bertemu. Kadang dia memang tiba-tiba marah, tapi itu sudah terjadi sejak dulu.
Memang pertemuannya dengan Kanye tak semudah dulu, mereka juga tak lagi sering berbincang, tapi Kanye tetaplah orang yang sama.
Sebuah tantangan bagi Coodie dan Chike untuk merangkum rekaman 21 tahun ke dalam trilogi berdurasi empat jam.
Coodie bersyukur timnya solid dan sangat kompak dalam menyusutkan 400 jam rekaman ke dalam empat jam.
Artikel Rekomendasi